Renungan..


Kebiasaan Rasulullah SAW Sebelum Tidur
 

       Ada sebuah hadits dari Rasulullah yang merupakan sebuah saran yang dialamatkan ntuk istrinya yaitu Siti Aisyah, tetapi sifat dari hadits ini bukan hanya dikhususkan untuk Siti Aisyah semata, tetapi disunatkan pula untuk dilakukan oleh setiap orang yang mengaku Muslim, inilah haditsnya, mudah2an kita semua mampu untuk mendawamkannya (istiqomah) agar senantiasa hidup kita senantiasa diberkahi oleh Allah Subhanahu wata’ala,

Rasulullah bersabda :

“Ya Aisyah jangan engkau tidur sebelum melakukan empat perkara, yaitu :

1. Sebelum khatam Al Qur’an
2. Sebelum membuat para Nabi memberimu syafaat di hari akhir
3. Sebelum para muslim meridhoi kamu
4. Sebelum kau laksanakan haji dan umroh”



Bertanya Aisyah :

“Ya Rasulullah, Bagaimana aku dapat melaksanakan empat perkara seketika?”

Rasul tersenyum dan bersabda :

1. “Jika engkau tidur bacalah : Al Ikhlas tiga kali seakan-akan kau mengkhatamkan Al Qur’an.” Bismillaahir rohmaanir rohiim, Qulhualloohu ahad’ Alloohushshomad’ lam yalid walam yuulad’ walam yakul lahuu kufuwan ahad’ (3x)


2. “Membaca sholawat untuk ku dan para nabi sebelum aku, maka kami semua akan memberi syafa’at di hari kiamat. Bismillaahir rohmaanir rohiim, Alloohumma shollii ‘alaa Muhammad wa’alaa alii Muhammad (3x)

3. “Beristighfarlah untuk para muslimin maka mereka akan meridhoi kamu. Astaghfirulloohal adziim aladzii laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum wa atuubu ilaih (3x)

4. “Perbanyaklah bertasbih, bertahmid, bertahlil, bertakbir maka seakan - akan kamu telah melaksanakan ibadah haji dan umroh.
Bismillaahir rohmaanir rohiim, Subhanalloohi Walhamdulillaahi walaailaaha illalloohu alloohu akbar (3x)

 

 

Dimanakah Kita?!

Menangislah...
Mungkin itulah kata yang tepat, untuk pertama kali saya ucapkan pada diri ini (jiwa dan ruh ini) ... Karena begitu 'menonjok'-nya nasihat dari salah satu sahabat Rosululloh SAW yang mulia ini.

"Duhai Alloh yang Maha Mengampuni, ampuni aku.. Wahai Robb yang Maha Menyayangi, sayangi aku.."

Lalu bagaimana ?


Aku khawatir terhadap suatu masa yang rodanya dapat menggilas keimanan.
Keyakinan tinggal pemikiran, yang tidak berbekas pada perbuatan.
Banyak orang baik, tapi tidka berakal..

Ada orang berakal, tapi tidak beriman..

Ada yang berlidah fasih, tapi berhati lalai..

Ada yang khusyuk, tapi sibuk dalam kesendirian..

Ada yang ahli ibadah, tapi mewarisi kesombongan iblis..

Ada yang ahli maksiat, tapi rendah hati bagaikan sufi..

Ada yang banyak tertawa hingga hatinya berkarat, dan..

Ada yang banyak menangis karena kufur nikmat..

Ada yang murah senyum, tapi hatinya mengumpat..

Ada yang berhati tulus, tapi wajahnya cemberut..

Ada yang berlisan bijak, tapi tak memberi teladan..

Ada pezina, yang tampil jadi figur..

Ada yang punya ilmu, tapi tidak paham..

Ada yang paham, tapi tidak menjalankan..

Ada yang pintar, tapi membodohi..

Ada yang bodoh, tapi tak tahu diri..

Ada yang beragama, tapi tidak berakhlak..

Ada yang berakhlak, tapi tidak ber-Tuhan..

Lalu, diantara semua itu.. aku ada dimana?!

(ALI BIN ABI THOLIB, rodhiyaLLohu 'anhu)






Kisah Pendeta yang beribadah selama 70 tahun


Alkisah di zaman dahulu ada seorang pendeta yang bernama Bashisha. Ia dikenal sebagau ahli ibadah yang tekun dan tidak mengenal lelah. Seluruh waktunya ia curahkan untuk beribadah kepada Allah. Dan memang hal ini dibenarkan oleh ajaran agamanya.

Di samping itu, ia juga dikenal sebagai orang yang baik dan terpuji oleh masyarakatnya. Banyak sekali orang yang datang kepadanya untuk meminta petuah dan nasehat agar mereka terbebas dari kesusahan yang diderita. Karena konon orang suci seperti Bashisha banyak mendapatkan karamah yang dapat digunakan untuk kebaikan sesama.

Namun setan adalah makhluk yang paling benci kepada orang yang melakukan ruku’ dan sujud. Melihat hal itu hati setan atau iblis menjadi mendidih panas. Segala upaya kemudian ia lakukan untuk menggoda sang pendeta, tapi sang pendeta tetap bertahan dengan ketaatannya. Ia tetap melakukan ibadah siang malam.

Setan pertama telah jemu merayu, setan kedua pun dibuat frustasi dan putus asa sebab bujuk rayunya tidak mempan, disusul kemudian setan yang ketiga, keempat dan kelima, namun hasilnya tetap nihil. Setan-setan yang gagal tersebut lantas berkumpul dan melaporkan hasil usahanya kepada sang pemimpin. Berdasarkan laporan tersebut, sang raja setan semakin penasaran dan semakin tertantang, maka ia pun lalu membuat instruksi tegas pada perserikatan setan untuk tetap membujuk dan menggoda Bashisha.

Raja setan berkata, “Ketahuilah bahwa sekarang aku bertitah, kalian semua aku perintahkan untuk membujuk Bashisha sampai berhasil dan tidak boleh melapor kepada saya, kecuali dengan berita keberhasilan!”

Kemudian  rombongan setan berkumpul dan bermusyawarah untuk mencari tahu lebih dahulu tentang kelemahan pendeta Bashisha. Namun mereka tidak mudah menemukan kelemahan pendeta itu. Orang ini sangat teguh pendirian, sulit dirayu maupun digoda. Bashisha pun tetap tekun beribadah dan tetap berserah diri pada Allah dengan ikhlas.

Syahdan, pada suatu hari terdapat empat saudara yang tinggal tidak jauh dari tempat tinggal Bashisha. Empat bersaudara tersebut terdiri dari tiga laki-laki dan satu perempuan. Suatu hari ketiga laki-laki tersebut mendapat panggilan untuk mengikuti jihad fi sabilillah (berperang di jalan Allah). Dan ketiganya merasa terpanggil untuk berangkat ke medan laga. Namun timbul persoalan bagaimana dengan adik perempuan mereka satu-satunya itu yang harus mereka tinggalkan?

Akhirnya ketiga laki-laki ini sepakat untuk menitipkan saudara perempuan satu-satunya tersebut kepada pendeta suci Bashisha. Kemudian mereka bertiga mendatangi Bashisha dirumahnya. Ketiganya lalu terlibat percakapan dengan sang pendeta.
“Wahai pendeta suci Bashisha, kami bertiga terpanggil untuk jihad fi sabilillah, tapi kami mempunyai satu saudara perempuan dan kami bermaksud menitipkan kepada tuan pendeta suci,” pinta mereka.
“Maaf saya tidak mampu. Tolong titipkan saja pada orang lain,” jawab sang pendeta.
“Kami telah mencari orang di seluruh wilayah ini yang patut dan aman untuk menjaga saudara kami ini, dan pilihan kami tidak lain adalah tuan pendeta, maka mohon jangan ditolak permintaan kami ini.”

Awalnya pendeta Bashisha amat berat menerima permohonan ini, tetapi dikarenakan iba dan rasa baik hatinya, dan dengan niat menolong orang lain, maka amanat itupun diterima semampunya.

“Kalau begitu, permohonan kalian saya terima, dan wanita itu akan saya tempatkan dalam kuil kecil, sebelah kuil saya. Mudah-mudahan terpelihara, karena tidak ada orang yang dapat masuk kuil itu tanpa seizing saya,” jelas pendeta.

Mendengar permohonan mereka dikabulkan, senanglah hati ketiga pemuda tersebut. Dan dengan penuh kepercayaan akan jaminan rasa aman, mereka pun bergegas pulang untuk membawa sang adik menghadap pendeta Bashisha.

Awalnya, Bashisha memang tidak mempunyai perasaan apa-apa kecuali keikhlasan untuk menolong saja. Ia pun tetap menjalankan rutinitas ibadahnya dengan tekun sambil menjaga wanita itu. Bashisha senantiasa menjaga dan mengawasi perempuan itu dari dalam rumahnya. Sementara si perempuan ditempatkan di kuil kecil yang letaknya berdekatan dengan kuilnya.

Rombongan setan mulai mencium keadaan ini. Mereka pun seolah mempunyai semangat untuk menjebak Bashisha. Para setan pun kembali melancarkan aksinya. Akan tetapi segala bujukan dan rayuan tersebut utnuk sementara dapat ditangkis oleh Bashisha dengan penolakan superaktif, sehingga mereka tambah jengkel dan kewalahan.

Tapi memang telah menjadi sifat setan untuk tisak pantang menyerah, karena mereka adalah jenis makhluk yang cukup lihai melakukan serangan dari berbagai arah dan menggunakan seribu jurus. Kali ini mereka datang dengan membujuk pendeta bukan dengan cara mengajak langsung, akan tetapi dengan bujukan halus yang seolah menunjukkan pada pendeta tentang rasa tanggung jawabnya yang besar setelah diberi amanah. Setan dengan terus-menerus membisikkan mantra-mantra bujuk rayunya ke dalam dada sang pendeta.
Iblis                 : “ Bukankah pendeta ini orang yang diberikan amanat, masa                                        sudah sekian hari belum melihat? “
Pendeta        : “ Ah, dia kan wanita? Saya tidak boleh melihatnya. “
Iblis                 : “ Melihat yang dimaksud bukan dengan syahwat, tetapi                                                                    melihat keadaan gadis tersebut. Masa dititipi kok mengabaikan begitu saja? “
Pendeta :      : “ Benar, saya harus bertanggung jawab. Saya harus melihat                                            keadaannya, layak atau tidakkah tempat itu untuk dia? ”
Iblis                 : “ Memang orang yang memegang amanah harus tahu                                                                             keadaan sesuatu yang diamanatkan kepadanya. Ia tinggal di posisi mana ?        Bagaimana tempat tidurnya? Layak atau tidakkah buatnya, dan lain-lain he…he…“

Bujukan setan satu, dua, dan tiga mulai memenuhi rongga dada sang pendeta, dan tanpa sadar Bashisha mulai meninggalkan kuilnya dan pergi untuk melihat kuil kecil, di mana terdapat wanita yang dititipkan oleh para saudaranya kepada pendeta itu.

Dag dig dug… hati pendeta pun berdegup kencang, manakala semakin mendekati kuil kecil itu. Setelah sampai di depan kuil, sang pendeta kemudian mengetuk pintu.

Tok…tok…tok… suara pintu diketuk oleh sang pendeta. Pintu lalu dibuka oleh si wanita yang ada di dalam. Ketika pintu dibuka, kedua pasang mata tanpa sadar saling bertabrakan.

Aneh, sejak peristiwa itu terjadi pendeta Bashisha menjadi sulit untuk melupakan wajah sang wanita. Memang saat itu dia dengan cepat meninggalkan kuil kecil tersebut, dengan maksud untuk menghindari  bertatapan lama dengan wanita itu.

Namu setan memang makhluk super licik, ia kemudian menghembuskan terus-menerus di kepala Bashisha tentang kecantikan dan kemolekan gadis yang baru saja dilihatnya. Angan-angan pendeta Bashisha melambung tinggi,sehingga setiap malam dia menjadi sulit memejamkan mata. Dia sulit tidur bukan karena berdoa atau berdzikir kepada Allah swt, namun dikarenakan membayangkan wajah sang gadis yang cantik dan tidak dapat ia lupakan.

“Ha….ha….ha…., setan mulai berteriak gembira, karena merasa mulai ada celah untuk menggoda pendeta yang dahulu sangat taat beribadah. Lantas iblis pun berbisik kembali ke hati Bashisha, “Hai pendeta, bukankah engkau orang yang diamanati untuk menjaga wanita itu. Tentunya engkau harus dapat menghiburnya, ajaklah ia bercakap-cakap, jika perlu engkau harus tahu apa selera makanannya agar engkau dapat menya-jikan yang terbaik untuknya…… ingat Bashisha, ini amanat…. He……he….”

Dengan mudah bujukan halus itu diterima kembali oleh Bashisha. Bahkan pendeta merasa tidak dibujuk, tapi seolah ia merasa diingatkan akan tanggung jawab dan amanat yang dipikulnya. Lalu setelah melihat usahanya tidak sia-sia, setan terus menyusun tahap-tahap bujukan selanjutnya.

Pendeta jadi sering bertemu dengan wanita itu. Karena sering bertemu dan bercakap-cakap, pandangan mata itu pun turun ke hati, dan lantas….. ke fajri. Hawa nafsu telah benar-benar merasuki kedua umat manusia tersebut, sampai pada akhirnya keduanya berbuat zina. Wanita itu pun mengandung dan melahirkan anak.

Apakah sampai disini saja? Ternyata tidak. Setan akan terus menjerumuskan manusia sampai kesucian manusia itu benar-benar hancur. Kemudian setan yang telah menguasai diri Bashisha memberi gambaran dan perasaan takut pada Bashisha bahwa apabila perbuatannya itu diketahui orang dan jika ketiga pemuda itu datang mengambil saudara perempuannya, maka apakah yang terjadi nanti? Padahal wanita itu kini telah melahirkan seorang bayi. Perasaan takut ini terus merongrong sang pendeta.

Sang pendeta menjadi bingung, sehingga dengan mudah setan memasukkan pikiran jahatnya. Pendeta Bashisha dibujuk untuk mengambil jalan pintas, “ Bunuh saja wanita itu! “ demikian perintah setan kepadanya. Bahkan setan telah mempersiapkan argument untuknya apabila ketiga pemuda tersebut menanyakan saudaranya. “ Katakan saja pada mereka bahwa wanita itu telah mati. Bukankan engkau orang yang dipercaya? Pasti mereka akan mempercayainya! “

Tanpa pikir panjang sang pendeta melaksanakan apa yang telah direncanakan oleh setan tersebut. Dia pun membunuh perempuan itu beserta bayinya. Lantas mayatnya dikubur dalam satu lubang yang ditutup dengan batu. Untuk sesaat pendeta tersebut merasa lega.

Dugaan sang pendeta ternyata benar. Setelah jihad fi sabilillah usai, ketiga pemuda tersebut menghadap pendeta untuk mengambil amanat yang dititipkan padanya. Namun dengan berpura-pura menangis sedih, pendeta menjawab bahwa perempuan yang telah dititipkan itu telah mati menghadap Allah swt. Ketiga pemuda itu pun percaya saja dengan cerita sang pendeta. Mereka pun ikut menangis sejadi-jadinya, dan mengucapkan Inna Lillahi wa inna ilaihi raji’un secara bersamaan.

Ketiga pemuda itu pulang dengan perasaan sangat sedih. Karena dirundung kesedihan, dalam perjalanan pulang ketiga pemuda tersebut tidak bercakap-cakap satu sama lain. Mereka semua terdiam karena larut dalam perasaan sedih dan bersalah yang amat sangat.

Sesampainya dirumah, ketiga pemuda itu tidur di tempat yang berlainan, tapi masih dalam satu rumah. Mereka saling membisu. Belum ada percakapan dan komunikasi antara mereka. Tiba-tiba salah seorang dari mereka terbangun dari tidur, karena bermimpi bahwa saudara perempuan mereka mati karena dibunuh oleh sang pendeta dan dikubur dalam lubang yang berada di dekat kuil.

Dia lalu menceritakan mimpinya kepada salah satu saudaranya. Namun aneh, saudaranya itu juga mengalami mimpi yang sama. Keanehan kembali terjadi ketika kedua saudara tersebut bercerita pada saudaranya yang lain. Ternyata dia pun mengalami mimpi yang sama, yaitu adiknya dibunuh oleh sang pendeta dan jasadnya dikubur dekat kuil itu.

Ketiga pemuda tersebut sepakat kembali ke rumah pendeta dan langsung menuju lubang yang dicurigai sesuai petunjuk mimpi mereka. Dan ketika batu yang menjadi penutup lubang itu mereka buka bersama…….sruuuggg!!. Terlihat  jasad wanita itu beserta bayinya sudah dalam keadaan tak bernyawa dan sangat mengenaskan. Isyarat mimpi mereka ternyata benar.

Karena dibakar oleh kemarahan dan dendam mereka pun lalu mencari sang pendeta. Bashisha yang kedoknya telah terbongkar menjadi bingung dan berusaha kabur. Dalam puncak kebingungan dan kondisi terdesak ini sebetulnya Bashisha ingin bertaubat dan mengakhiri perbuatan dosanya. Dia pun berusaha kembali beribadah dan mohon ampunan.

Namun dasar setan, ia adalah makhluk licik yang mempunyai beribu jurus dan cara. Ia terus saja merongrong doa dan ibadah Bashisha yang tidak lagi khusyuk. Dalam kondisi terdesak seperti itu, setan dengan mudah membisikkan sesuatu ke hati Bashisha yang bingung.
Iblis                 : “Maukah engkau aku selamatkan?”
             (Dalam kondisi yang terdesak itu secara spontan)
Bashisha        : “Mau, dan dengan imbalan apa saja aku bersedia                                                                         menebusnya.”
                         (Iblis pun mengajukan permintaan)
Iblis                 : “Apakah engkau mau bersujud dan menyembahku?”
Bashisha        : “Mau, asal aku selamat!!”
Bashisha pun menuruti semua perintah Iblis yang meminta untuk menyembahnya. Bashisha yang  dulu menyembah Allah, jadilah kini sebagai seorang penyembah Thagut.

Melihat kondisi Bashisha yang tak berdaya itu, iblis dengan bengga berteriak, “ Ha….ha…..ha….., disinilah keistimewaanku yang luar biasa. Penyembah Allah yang setian itu bisa berubah dan dia kini menjadi tunduk dan sujud sebagai penyembahku….. !!”

Perhatikan bahwa kisah pendeta Bashisha ini merupakan peristiwa yang dapat kita ambil sebagai pelajaran yang berharga. Kisah tersebut menunjukkan bagaimana liciknya setan dalam menggoda orang yang dianggap suci melalui beberapa tahapan yang memang sudah dipersiapkan. Iblis pun berhasil membujuk seorang pendeta yang semula sangat taat pada Allah kemudian berbalik melakukan serentetan tindak kejahatan yang dilarang Allah. Hingga akhirnya dia meninggalkan Allah sebagai sesembahannya dan berpaling kepada Setan.

Sumber : Dra. Hj. Durrah Baraja, SH, M. Hum (penulis buku KEJUJURAN Iblis kepada Rasulullah saw)




Jasa Ibu untuk kita Renungkan




Apa yang paling dinanti seorang wanita yang baru saja menikah ?
Sudah pasti jawabannya adalah : k-e-h-a-m-i- l-a-n.
Seberapa jauh pun jalan yang harus ditempuh, Seberat apa pun langkah yang mesti diayun, Seberapa lama pun waktu yang harus dijalani, Tak kenal menyerah demi mendapatkan satu kepastian dari seorang bidan: p-o-s-i-t-i- f.

Meski berat, tak ada yang membuatnya mampu bertahan hidup kecuali benih dalam kandungannya. Menangis, tertawa, sedih dan bahagia tak berbeda baginya, karena ia lebih mementingkan apa yang dirasa si kecil di perutnya. Seringkali ia bertanya : menangiskah ia? Tertawakah ia? Sedihkah atau bahagiakah ia di dalam sana? Bahkan ketika waktunya tiba, tak ada yang mampu menandingi cinta yang pernah diberikannya, ketika itu mati pun akan dipertaruhkannya asalkan generasi penerusnya itu bisa terlahir ke dunia. Rasa sakit pun sirna, ketika mendengar tangisan pertama si buah hati, tak peduli darah dan keringat yang terus bercucuran.

Detik itu, sebuah episode cinta baru saja berputar. Tak ada yang lebih membanggakan untuk diperbincangkan selain anak. Tak satu pun tema yang paling menarik untuk didiskusikan bersama rekan sekerja, teman sejawat, kerabat maupun keluarga, kecuali anak.

Si kecil baru saja berucap "Ma?" segera ia mengangkat telepon untuk mengabarkan ke semua yang ada di daftar telepon. Saat baru pertama berdiri, ia pun berteriak histeris, antara haru, bangga dan sedikit takut si kecil terjatuh dan luka.

Hari pertama sekolah adalah saat pertama kali matanya menyaksikan langkah awal kesuksesannya. Meskipun disaat yang sama, pikirannya terus menerawang dan bibirnya tak lepas berdoa, berharap sang suami tak terhenti rezekinya. Agar langkah kaki kecil itu pun tak terhenti di tengah jalan. "Demi anak", "Untuk anak", menjadi alasan utama ketika ia berada di pasar berbelanja keperluan si kecil.

Saat ia berada di pesta seorang kerabat atau keluarga dan membungkus beberapa potong makanan dalam tissue. Ia selalu mengingat anaknya dalam setiap suapan nasinya, setiap gigitan kuenya, setiap kali hendak berbelanja baju untuknya. Tak jarang, ia urung membeli baju untuk dirinya sendiri dan berganti mengambil baju untuk anak. Padahal, baru kemarin sore ia membeli baju si kecil.

Meski pun, terkadang ia harus berhutang. Lagi-lagi atas satu alasan, demi anak. Di saat pusing pikirannya mengatur keuangan yang serba terbatas, periksalah catatannya. Di kertas kecil itu tertulis: 1. Beli susu anak; 2. Uang sekolah anak. Nomor urut selanjutnya baru kebutuhan yang lain. Tapi jelas di situ, kebutuhan anak senantiasa menjadi prioritasnya. Bahkan, tak ada beras di rumah pun tak mengapa, asalkan susu si kecil tetap terbeli. Takkan dibiarkan si kecil menangis, apa pun akan dilakukan agar senyum dan tawa riangnya tetap terdengar.

Ia menjadi guru yang tak pernah digaji, menjadi pembantu yang tak pernah dibayar, menjadi pelayan yang sering terlupa dihargai, dan menjadi babby sitter yang paling setia. Sesekali ia menjelma menjadi puteri salju yang bernyanyi merdu menunggu suntingan sang pangeran. Keesokannya ia rela menjadi kuda yang meringkik, berlari mengejar dan menghalau musuh agar tak mengganggu. Atau ketika ia dengan lihainya menjadi seekor kelinci yang melompat-lompat mengelilingi kebun, mencari wortel untuk makan sehari-hari. Hanya tawa dan jerit lucu yang ingin didengarnya dari kisah-kisah yang tak pernah absen didongengkannya. Kantuk dan lelah tak lagi dihiraukan, walau harus menyamarkan suara menguapnya dengan auman harimau. Atau berpura-pura si nenek sihir terjatuh dan mati sekadar untuk bisa memejamkan mata barang sedetik. Namun, si kecil belum juga terpejam dan memintanya menceritakan dongeng ke sekian. Dalam kantuknya, ia pun terus mendongeng.

Tak ada yang dilakukannya di setiap pagi sebelum menyiapkan sarapan anak-anak yang akan berangkat ke sekolah. Tak satu pun yang paling ditunggu kepulangannya selain suami dan anak-anak tercinta. Serta merta kalimat, "sudah makan belum?" tak lupa terlontar.

saat baru saja memasuki rumah. Tak peduli meski si kecil yang dulu kerap ia timang dalam dekapannya itu, sekarang sudah menjadi orang dewasa yang bisa saja membeli makan siangnya sendiri di Sekolahnya.

Hari ketika si anak yang telah dewasa itu mampu mengambil keputusan terpenting dalam hidupnya, untuk menentukan jalan hidup bersama pasangannya, siapa yang paling menangis? Siapa yang lebih dulu menitikkan air mata? Lihatlah sudut matanya, telah menjadi samudera air mata dalam sekejap. Langkah beratnya ikhlas mengantar buah hatinya ke kursi pelaminan. Ia menangis melihat anaknya tersenyum bahagia dibalut gaun pengantin. Di saat itu, ia pun sadar, buah hati yang bertahun-tahun menjadi kubangan curahan cintanya itu tak lagi hanya miliknya. Ada satu hati lagi yang tertambat, yang dalam harapnya ia berlirih, "Masihkah kau anakku?"

Saat senja tiba. Ketika keriput di tangan dan wajah mulai berbicara tentang usianya. Ia pun sadar, bahwa sebentar lagi masanya kan berakhir. Hanya satu pinta yang sering terucap dari bibirnya, "Bila ibu meninggal, ibu ingin anak-anak ibu yang memandikan. Ibu ingin dimandikan sambil dipangku kalian". Tak hanya itu, imam shalat jenazah pun ia meminta dari salah satu anaknya. "Agar tak percuma ibu mendidik kalian menjadi anak yang shalih & shalihat sejak kecil," ujarnya.

Duh ibu, semoga saya bisa menjawab pintamu itu kelak. Bagaimana mungkin saya tak ingin memenuhi pinta itu? Sejak saya kecil ibu telah mengajarkan arti cinta sebenarnya. Ibulah madrasah cinta saya, Ibulah sekolah yang hanya punya satu mata pelajaran, yaitu "cinta". Sekolah yang hanya punya satu guru yaitu "pecinta". Sekolah yang semua murid-muridnya diberi satu nama: "anakku tercinta".
Source: ebook -kumpulan cerita motivasi- (http://artikelmotivasi-islami.blogspot.com)


 




 

(c)2009 indahnya islam. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger