Selasa, 25 Desember 2012

10 Kerusakan Dalam Perayaan Tahun Baru


Alhamdulillah. Segala puji hanya milik Allah, Rabb yang memberikan hidayah demi hidayah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammadkeluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka hingga akhir zaman. Manusia di berbagai negeri sangat antusias menyambut perhelatan yang hanya setahun sekali ini. Hingga walaupun sampai lembur pun, mereka dengan rela dan sabar menunggu pergantian tahun. Namun bagaimanakah pandangan Islam -agama yang hanif- mengenai perayaan tersebut? Apakah mengikuti dan merayakannya diperbolehkan? Semoga artikel yang singkat ini bisa menjawabnya.

Bolehkah Menerima Kue dan Hadiah Natal?


Merayakan natal jelas suatu hal yang terlarang bagi umat Islam. Begitu pula mengucapkan selamat, juga terlarang. Seorang muslim pun tidak boleh menghadiri acara natal dan tidak boleh mendukung dalam hal apa pun dalam perayaan tersebut. Lantas bagaimana jika tetangga atau rekan kerja kita memberi kue, makanan atau hadiah yang berhubungan dengan perayaan natal? Apakah boleh kita terima dan menikmatinya?

Komisi Fatwa di Kerajaan Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ ditanya, “Bolehkah seorang muslim memakan makanan dari perayaan ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) atau dari perayaan orang musyrik di hari raya mereka atau menerima pemberian yang berhubungan dengan hari raya mereka?”

Alasan Terlarangnya Mengucapkan Selamat Natal bagi Muslim


Mungkin tidak lama lagi, akan terdengar, akan terpampang tulisan yang dibaca “Merry Christmas”, atau yang artinya Selamat Hari Natal. Dan biasanya, momen ini disandingkan dengan ucapan Selamat Tahun Baru.

Sebagian orang menganggap ucapan semacam itu tidaklah bermasalah, apalagi yang yang berpendapat demikian adalah mereka orang-orang kafir. Namun hal ini menjadi masalah yang besar, ketika seorang muslim mengucapakan ucapan selamat terhadap perayaan orang-orang kafir.
Dan ada juga sebagian di antara kaum muslimin, berpendapat nyeleneh sebagaimana pendapatnya orang-orang kafir. Dengan alasan toleransi dalam beragama!? Toleransi beragama bukanlah seperti kesabaran yang tidak ada batasnya. Namun toleransi beragama dijunjung tinggi oleh syari’at, asal di dalamnya tidak terdapat penyelisihan syari’at. Bentuk toleransi bisa juga bentuknya adalah membiarkan saja mereka berhari raya tanpa turut serta dalam acara mereka, termasuk tidak perlu ada ucapan selamat.

Minggu, 16 Desember 2012

Permasalahan Khilafiyah Tidak Perlu Diingkari, Benarkah?

Sebagian orang beralasan, kalau ada masalah khilaf yang ada perselisihan para ulama, maka tidak perlu diingkari. Biarkanlah, biar umat Islam bersatu. Biar orang kafir pun tahu bahwa umat Islam tidak terpecah belah.
Pernyataan bahwa masalah khilafiyah tidak perlu diingkari tidaklah tepat. Yang tepat kita katakan,

لا إنكار في مسائل الاجتهاد

Tidak ada pengingkaran dalam masalah ijtihadiyah

Memejamkan Mata Saat Shalat

Fatwa Syaikh ‘Abdul Karim Al Khudair hafzihohullah
Soal:

Apakah ketika sujud mata dalam keadaan dipejam atau mesti dibuka?

Jawab:

Asalnya, mata dalam keadaan terbuka baik ketika sujud dan keadaan lainnya dalam shalat. Sebagian ulama mengatakan bahwa disunnahkan untuk memejamkan kedua mata karena hal itu lebih mudah mendatangkan khusyu’. Namun hal itu cuma was-was saja dalam shalat dan tidak ada dalil pendukung. Perlu diketahui bahwa Yahudi biasa memejamkan mata dalam shalat mereka. Kita diajarkan tidak mengikuti jejak mereka (kita dilarang tasyabbuh).[1]
(Sumber fatwa di website pribadi Syaikh ‘Abdul Karim Khudair: http://www.khudheir.com/text/4112)

* Syaikh ‘Abdul Karim Al Khudair adalah ulama senior di Saudi Arabia, berdomisi di kota Riyadh. Beliau adalah anggota Hai-ah Kibaril Ulama dan menjadi pengajar di kuliah hadits Jami’ah Malik Su’ud (King Saud University), Riyadh Saudi Arabia.

Riyadh, KSA, 22 Muharram 1434 H

Sumber : Muslim.Or.Id

Dan Jika Aku Sakit, Dialah yang Menyembuhkanku

Sesuatu yang tidak akan dipungkiri siapa pun adalah kehidupan ini tidak hanya dalam satu keadaan. Ada senang, ada duka. Ada canda, begitu juga tawa. Ada sehat, namun juga adakalanya sakit. Dan semua ini adalah sunnatullah yang mesti dihadapi orang manapun.

Di antara hal yang paling menarik dalam hal ini adalah di mana seorang manusia menghadapi ujian berupa sakit. Tentu keadaan sakit ini lebih sedikit dan sebentar dibanding keadaan sehat. Yang perlu diketahui oleh setiap muslim adalah tidaklah Allah menetapkan (mentaqdirkan) suatu taqdir melainkan di balik taqdir itu terdapat hikmah, baik diketahui ataupun tidak. Dengan demikian, hati seorang muslim harus senantiasa ridho dan pasrah kepada ketetapan Rabb-nya.

Saat seseorang mengalami sakit, hendaknya ia menyadari bahwa Rasulullah ﷺ yang merupakan manusia termulia sepanjang sejarah juga pernah mengalaminya.

Rabu, 05 Desember 2012

Hukum MLM


Pemasaran berjenjang (bahasa Inggris: multi level marketing atau MLM) adalah sistem penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga penyalur secara langsung. Harga barang yang ditawarkan di tingkat konsumen adalah harga produksi ditambah komisi yang menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung telah membantu kelancaran distribusi.

Ada beberapa fatwa ulama yang penulis sarikan yang menjelaskan mengenai hukum MLM yang sebenarnya. Ada sebagian ulama yang memberikan penjelasan syarat-syarat dan gambaran bagaimana MLM bisa masuk kategori halal.

Pertama: Fatwa Al Lajnah Ad Daimah (Komisi Fatwa di Kerajaan Saudi Arabia) tentang MLM yang Terlarang

Dalam fatwa Al Lajnah Ad Daimah no. 22935 tertanggal 14/3/1425 H menerangkan mengenai MLM yang terlarang terhimpun berbagai permasalahan berikut:

Neraka Haram Bagi Yang Mengucapkan “Laa Ilaha Illallah”


Mengucapkan kalimat laa ilaha illallah begitu mudahnya di lisan. Namun sebenarnya tidak cukup seperti itu. Karena mengucapkannya tanpa diiringi keyakinan, mengucapkan tapi malah gemar mewariskan kesyirikan, tentu tiada manfaat. Kalimat tersebut baru bermanfaat ketika diyakini maknanya, diucapkan lalu dijalankan konsekuensinya dengan mentauhidkan Allah dan menjauhi perbuatan syirik.
Dalam hadits muttafaqun ‘alaih, dari ‘Itban bin Malik bin ‘Amr bin Al ‘Ajlan Al Anshari, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda,

فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . يَبْتَغِى بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ

Sesungguhnya Allah mengharamkan dari neraka, bagi siapa yang mengucapkan laa ilaha illallah (tiada sesembahan yang benar disembah selain Allah) yang dengannya mengharap wajah Allah” (HR. Bukhari no. 425 dan Muslim no. 33).

Kisah Perginya Rasullah Ke Syam Bersama Abu Thalib


Ketika Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam masih kecil (dan belum menjadi Nabi), ia ikut pergi bersama pamannya, Abu Thalib, dan para pembesar kaum Quraisy dalam suatu perjalanan menuju Syam. Sebagian ulama mengatakan bahwa itu ketika beliauShallallahu’alaihi Wasallam berusia 12 tahun, dan sebagian lagi berpendapat beberapa tahun lebih tua itu.

Diriwayatkan dari Al Fadhl bin Sahl Abul Abbas Al A’raj Al Baghdadi ia berkata, Abdurrahman bin Ghazwan Abu Nuh menuturkan kepadaku, Yunus bin Abi Ishaq mengabarkan kepadaku, dari Abu Bakr bin Abi Musa, dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhu, ia berkata:

Kamis, 01 November 2012

Menjaga Kemabruran Haji


Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « مَن
حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ ، فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ ، رَجَعَ كَمَا وَلَدَتْهُ أُمُّهُ »

Siapa yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya” (HR Bukhari 1819)

Dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْغَازِى فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ وَفْدُ اللَّهِ دَعَاهُمْ فَأَجَابُوهُ وَسَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ

Menggapai Haji Mabrur


Setiap orang sangat berkeinginan sekali untuk menginjakkan kaki di tanah haram. Setiap jiwa yang beriman sungguh merindukan melihat ka’bah di Makkah Al Mukarromah. Setiap insan yang beriman pun ingin menyempurnakan rukun Islam yang kelima, apalagi jika sudah memiliki kemampuan harta dan fisik. Ketika keinginan ini tercapai dan telah menempuh ibadah haji, seharusnya seseorang yang melakukannya menjadi lebih baik selepas itu. Namun tidak sedikit yang berhaji yang kondisinya sama saja atau bahkan imannya lebih “down” dari sebelumnya. Padahal sebaik-baik haji adalah haji yang mabrur. Balasan haji semacam itu adalah surga. Pasti semua pun menginginkan kenikmatan luar biasa tersebut. Apakah yang dimaksud haji mabrur? Berikut penjelasan sederhana yang moga bermanfaat.

Keutamaan di Balik Haji

Dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْغَازِى فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ وَفْدُ اللَّهِ دَعَاهُمْ فَأَجَابُوهُ وَسَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ
Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji serta berumroh adalah tamu-tamu Allah. Allah memanggil mereka, mereka pun memenuhi panggilan. Oleh karena itu, jika mereka meminta kepada Allah pasti akan Allah beri” (HR. Ibnu Majah no 2893.

Pergi Haji Berkali-Kali


Pertanyaan:

Saya sangat bersemangat untuk melakukan ibadah haji, tapi saya mendengar pernyataan dari orang-orang yang saya tidak tahu benar-tidaknya. Yaitu bahwa orang yang sudah pernah haji hendaknya memberi kesempatan pada yang lain. Padahal kita sama-sama mengetahui bahwa Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk mencari bekal sebanyak-banyak untuk di akhirat kelak. Apakah pernyataan mereka itu benar? Bagaimana hukumnya jika seseorang yang diberi kelebihan oleh Allah pergi haji berkali-kali? Baik orang yang datang dari luar Saudi maupun orang yang tinggal di negeri Saudi.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjawab:

Pernyataan tersebut tidak benar. Yang saya maksudkan adalah pernyataan bahwa orang yang sudah pernah menunaikan haji yang wajib hendaknya memberi kesempatan pada yang lain. Karena nash-nash yang ada menunjukkan tentang keutamaan ibadah haji. Diriwayatkan dari NabiShallallahu’alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda:

تابعوا بين الحج والعمرة فإنهما ينفيان الفقر والذنوب كما ينفي الكير خبث الحديد والذهب والفضة
Sandingkanlah haji dan umrah, karena keduanya menghilangkan kefaqiran dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak” (HR. An Nasai no. 2631, Tirmidzi no. 810, Ahmad 1/387. Di shahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1200)

Selain itu, orang yang berakal sangat mungkin untuk pergi haji tanpa mengganggu orang lain, dan tidak akan terjadi gangguan jika diatur dengan benar. Maka jika ada kesempatan yang lapang, hendaknya melakukannya sesuai kemampuan. Namun jika memang kesempatannya sempit, maka ia atau orang yang lain dapat melakukannya dengan menerima konsekuensi dari sempitnya kesempatan itu.

Sumber: http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=129748

Jumat, 21 September 2012

Kesalahan-Kesalahan Seputar Haji



Kesalahan ketika ihram
  1. Melewati miqot tanpa berihram seperti yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji Indonesia dan baru berihram ketika di Jeddah.
  2. Keyakinan bahwa disebut ihram jika telah mengenakan kain ihram. Padahal sebenarnya ihram adalah berniat dalam hati untuk masuk melakukan manasik.
  3. Wanita yang dalam keadaan haidh atau nifas meninggalkan ihram karena menganggap ihram itu harus suci terlebih dahulu. Padahal itu keliru. Yang tepat, wanita haidh atau nifas  boleh berihram dan melakukan manasik haji lainnya selain thawaf. Setelah ia suci barulah ia berthawaf tanpa harus keluar menuju Tan’im atau miqot untuk memulai ihram karena tadi sejak awal ia sudah berihram.
Kesalahan dalam thawaf

Tentang Miqot

MIQOT
  1. Miqot zamaniyah yaitu bulan-bulan haji, mulai dari bulan Syawwal, Dzulqo’dah, dan Dzulhijjah.
  2. Miqot makaniyah yaitu tempat mulai berihram bagi yang punya niatan haji atau umroh. Ada lima tempat: (1) Dzulhulaifah (Bir ‘Ali), miqot penduduk Madinah  (2) Al Juhfah, miqot penduduk Syam, (3) Qornul Manazil (As Sailul Kabiir), miqot penduduk Najed, (4) Yalamlam (As Sa’diyah), miqot penduduk Yaman, (5) Dzat ‘Irqin (Adh Dhoribah), miqot pendudk Irak. Itulah miqot bagi penduduk daerah tersebut dan yang melewati miqot itu.


Larangan Ketika Ihram


LARANGAN KETIKA IHRAM

Larangan ihram yang seandainya dilakukan oleh orang yang berhaji atau berumroh, maka wajib baginya menunaikan fidyah, puasa, atau memberi makan. Yang dilarang bagi orang yang berihram adalah sebagai berikut:
  1. Mencukur rambut dari seluruh badan (seperti rambut kepala, bulu ketiak, bulu kemaluan, kumis dan jenggot).
  2. Menggunting kuku.
  3. Menutup kepala dan menutup wajah bagi perempuan kecuali jika lewat laki-laki yang bukan mahrom di hadapannya.
  4. Mengenakan pakaian berjahit yang menampakkan bentuk lekuk tubuh bagi laki-laki seperti baju, celana dan sepatu.
  5. Menggunakan harum-haruman.
  6. Memburu hewan darat yang halal dimakan. Yang tidak termasuk dalam larangan adalah: (1) hewan ternak (seperti kambing, sapi, unta, dan ayam), (2) hasil tangkapan di air, (3) hewan yang haram dimakan (seperti hewan buas, hewan yang bertaring dan burung yang bercakar), (4) hewan yang diperintahkan untuk dibunuh (seperti kalajengking, tikus dan anjing), (5) hewan yang mengamuk (Shahih Fiqh Sunnah, 2: 210-211)
  7. Melakukan khitbah dan akad nikah.
  8. Jima’ (hubungan intim). Jika dilakukan sebelum tahallul awwal (sebelum melempar jumroh Aqobah), maka ibadah hajinya batal. Hanya saja ibadah tersebut wajib disempurnakan dan pelakunya wajib menyembelih seekor unta untuk dibagikan kepada orang miskin di tanah suci. Apabila tidak mampu, maka ia wajib berpuasa selama sepuluh hari, tiga hari pada masa haji dan tujuh hari ketika telah kembali ke negerinya. Jika dilakukan setelah tahallul awwal, maka ibadah hajinya tidak batal. Hanya saja ia wajib keluar ke tanah halal dan berihram kembali lalu melakukan thowaf ifadhoh lagi karena ia telah membatalkan ihramnya dan wajib memperbaharuinya. Dan  ia wajib menyembelih seekor kambing.
  9. Mencumbu istri di selain kemaluan. Jika keluar mani, maka wajib menyembelih seekor unta. Jika tidak keluar mani, maka wajib menyembelih seekor kambing. Hajinya tidaklah batal dalam dua keadaan tersebut (Taisirul Fiqh, 358-359).

Wajib Haji


WAJIB HAJI

Ada beberapa wajib haji:
  1. Ihram dari miqot.
  2. Wukuf di Arafah hingga Maghrib bagi yang wukuf di siang hari.
  3. Mabit di malam hari nahr (malam 10 Dzulhijjah) di Muzdalifah pada sebagian besar malam yang ada.
  4. Mabit di Mina pada hari-hari tasyriq.
  5. Melempar jumroh secara berurutan.
  6. Mencukur habis atau memendekkan rambut.
  7. Thowaf wada’.
Jika wajib haji ditinggalkan, maka harus menunaikan dam.

Rukun Haji


RUKUN HAJI
  1. Ihram
  2. Thowaf ifadhoh
  3. Sa’i
  4. Wukuf di Arafah
Jika salah satu dari rukun ini tidak ada, maka haji yang dilakukan tidak sah.

Rukun pertama: Ihram

Yang dimaksud dengan ihram adalah niatan untuk masuk dalam manasik haji. Siapa yang meninggalkan niat ini, hajinya tidak sah. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Amalan-amalan Haji

AMALAN-AMALAN HAJI

Setelah berihram, lalu melakukan thawaf qudum bagi yang berhaji ifrod dan qiron. Sedangkan bagi yang berhaji tamattu’, setelah berihram, ia melakukan thawaf umrah dan sa’i umrah, kemudian tahallul dan boleh melakukan larangan-larangan ihram. Sampai datang tanggal 8 Dzulhijjah (hari tarwiyah) barulah melakukan amalan-amalan berikut.

Tanggal 8 Dzulhijjah (Hari Tarwiyah)

Haji Mabrur (1): Berhaji Harus Ikhlas dan Sesuai Tuntunan


بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين و صلى الله و سلم و بارك على نبينا محمد و آله و صحبه أجمعين, أما بعد:

Seperti diketahui bahwa syarat-syarat diterimanya amal ibadah ada dua yaitu; ikhlas dan sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalil yang menunjukkan akan hal ini adalah firman Allah Ta’ala,

{قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا }

“Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya sembahan kalian adalah sembahan Yang Esa”. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”. (QS. Al Kahfi: 110).

Kamis, 20 September 2012

Amalan Menggapai Cinta Ilahi

عَنْ مُعَاذ بْنِ جَبَلٍ رَِضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْ لُ الله صلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : قَالَ اللهُ تَعَالَى : حَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَحَابِّينَ فِيَّ  وَ حَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْْمُتَوَاصِلِين فِيَّ وَ حَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَنَاصِحِيْنَ فِيَّ وَ حَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَبَاذِلِينَ فِيَّ  ;الْمُتَحَابُّوْنَ فِيَّ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُوْرٍ يَغْبِطُهُمْ بِمَكَانِهِمُ النَّبِيُّوْنَ وَ الصِّدِّيْقُوْنَ وَ الشُّهَدَاءُ .

Dari Mu’adz bin Jabal –Radhiyallahu ‘anhu- beliau berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam : “Allah Ta’ala berfirman : ‘Orang yang saling mencintai karena-Ku pasti diberikan cinta-Ku, orang yang saling menyambung kekerabatannya karena-Ku pasti diberikan cintaKu dan orang yang saling menasehati karena-Ku pasti diberikan cintaKu serta orang yang saling berkorban karena-Ku pasti diberikan cinta-Ku. Orang-orang yang saling mencintai karena-Ku (nanti di akhirat) berada di mimbar-mimbar dari cahaya. Para Nabi, shiddiqin dan orang-orang yang mati syahid merasa iri dengan kedudukan mereka ini’
(HR. Imam Ahmad dalam kitab Al-Musnad dan dishahihkan al-Albani dalam kitab Shahih Jami’ ash-Shaghir no. 4198).

Menyikapi Film yang Menghina Nabi

Ulama senior di Kerajaan Saudi Arabia, sekaligus anggota Al Lajnah Ad Daimah (komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia), Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan mendapatkan pertanyaan dalam kajian harian beliau di daerah Malaz Riyadh, “Fadhilatusy Syaikh –waffaqakumullaah-. Pertanyaan yang masuk saat ini banyak sekali. Di antaranya, ada yang bertanya tentang bagaimana nasehat Anda bagi para penuntut ilmu dan juga selain mereka tentang apa yang terjadi saat ini berkaitan dengan film yang menghina Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa wejangan Anda dalam hal ini?”
Beliau hafizhohullah menjawab,

Nasehat kami dalam hal ini adalah hendaknya kita tetap tenang dan tidak mengingkari hal ini dengan cara-cara (yang keliru) seperti dengan melakukan demonstrasi, menzholimi orang-orang yang tidak memiliki keterkaitan dengan hal ini, atau sampai merusak harta benda (orang lain). Ini adalah cara-cara yang tidak diperbolehkan. Yang wajib untuk membantah mereka sebenarnya adalah para ulama, bukan orang awam. Para ulamalah yang berhak membantah dalam perkara-perkara ini. Hendaknya kita senantiasa tenang.

Jumat, 17 Agustus 2012

Renungan Menjelang Idul Fitri


Idul Fitri adalah hari yang banyak dinantikan oleh kaum muslimin. Kita dapat melihatnya dari aktivitas mudik dan maraknya bingkisan-bingkisan istimewa yang dijual menjelang Idul Fitri. Namun kadang kita kurang memaknai apa sih yang ada di balik Idul Fitri? Lalu buah apa yang kita peroleh saat mendapati hari Idul Fitri. Ini yang perlu kita renungkan.

Amalan Menjelang Idul Fitri

Idul Fitri adalah hari yang berulang setiap tahunnya sebagai pertanda berakhirnya puasa Ramadhan. Salah satu kewajiban yang ditunaikan menjelang Idul Fitri adalah zakat fitri. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Hasan)

Perpisahan dengan Bulan Ramadhan

Tidak terasa sudah sebulan kita menjalani ibadah di bulan Ramadhan. Dan saatnya kita berpisah dengan bulan yang penuh barokah, bulan yang penuh rahmat dan ampunan Allah, serta bulan di mana banyak yang dibebaskan dari siksa neraka. Pada pembahasan kali ini, kami mengangkat sebuah pelajaran yang cukup berharga yang kami olah dari kitab Latho-if Al Ma’arif karangan Ibnu Rajab Al Hambali dengan judul “Wadha’ Ramadhan” (Perpisahan dengan Bulan Ramadhan), juga terdapat beberapa tambahan pembahasan dari kitab lainnya. Semoga kalimat-kalimat yang secuil ini bermanfaat bagi kita semua.

Sebab Ampunan Dosa di Bulan Ramadhan

Saudaraku, jika kita betul-betul merenungkan, Allah begitu sayang kepada orang-orang yang gemar melakukan ketaatan di bulan Ramadhan. Cobalah kita perhatikan dengan seksama, betapa banyak amalan yang di dalamnya terdapat pengampunan dosa. Maka sungguh sangat merugi jika seseorang meninggalkan amalan-amalan tersebut. Dia sungguh telah luput dari ampunan Allah yang begitu luas.

Kamis, 26 Juli 2012

Hukum Memakai Cadar dalam Pandangan 4 Madzhab


Wanita bercadar seringkali diidentikkan dengan orang arab atau timur-tengah. Padahal memakai cadar atau menutup wajah bagi wanita adalah ajaran Islam yang didasari dalil-dalil Al Qur’an, hadits-hadits shahih serta penerapan para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam serta para ulama yang mengikuti mereka. Sehingga tidak benar anggapan bahwa hal tersebut merupakan sekedar budaya timur-tengah.

Berikut ini sengaja kami bawakan pendapat-pendapat para ulama madzhab, tanpa menyebutkan pendalilan mereka, untuk membuktikan bahwa pembahasan ini tertera dan dibahas secara gamblang dalam kitab-kitab fiqih 4 madzhab. Lebih lagi, ulama 4 madzhab semuanya menganjurkan wanita muslimah untuk memakai cadar, bahkan sebagiannya sampai kepada anjuran wajib. Beberapa penukilan yang disebutkan di sini hanya secuil saja, karena masih banyak lagi penjelasan-penjelasan serupa dari para ulama madzhab.

Madzhab Hanafi

Pendapat madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
* Asy Syaranbalali berkata:

Aurat Wanita Di Depan Mahram Dan Wanita Lain


Pertanyaan:

Apa batas aurat wanita di depan wanita lain atau di depan lelaki yang menjadi mahram-nya?
Syaikh Masyhur Hasan Salman hafizhahullah* menjawab:

Telah tersebar anggapan di masyarakat bahwa aurat wanita di depan wanita lain atau di depan lelaki yang menjadi mahram-nya adalah antara pusar sampai lutut. Ini adalah sebuah kesalahan.
Yang benar adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam surat An Nuur:

ولا يبدين زينتهن إلا لبعولتهن أو آبائهن

Dan seorang mukminah tidak boleh memperlihatkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka…” (QS. An Nuur: 31)

Saudaraku, Inilah Keutamaan Puasa Ramadhan

Pada pembahasan kali ini, kita akan mengkaji bersama mengenai keutamaan Ramadhan dan puasa di dalamnya. Semoga Allah selalu memberikan kita ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh.

Keutamaan Bulan Ramadhan

Ramadhan adalah Bulan Diturunkannya Al-Qur’an

Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan ini dipilih  sebagai bulan untuk berpuasa dan pada bulan ini pula Al-Qur’an diturunkan. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah [2] : 185)


Tafsir Surat Al Baqarah 185

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat inggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS.  Al Baqarah: 185)

شَهْرُ رَمَضَانَ
Bulan Ramadan”

Stop Makan Ketika Adzan Shubuh Berkumandang

Sebagian ada yang meyakini bahwa masih diperkenankan untuk makan atau minum meskipun telah diteriakkan adzan. Dalil yang digunakan adalah beberapa hadits yang dianggap mereka shahih. Namun ada dalil shorih (tegas) dari Al Qur’an yang masih membolehkan makan hingga masuk fajar shodiq. Artinya, setelah fajar shodiq tidak diperkenankan untuk makan atau minum sama sekali. Bagaimana mengkompromikan kedua macam dalil yang ada? Lalu apakah dalil yang membicarakan hal tersebut shahih?

 Hadits yang Membicarakan Masih Bolehnya Makan Ketika Adzan

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَالإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِىَ حَاجَتَهُ مِنْهُ

Jika salah seorang di antara kalian mendengar azan sedangkan sendok terakhir masih ada di tangannya, maka janganlah dia meletakkan sendok tersebut hingga dia menunaikan hajatnya hingga selesai.” (HR. Abu Daud no. 2350).

Minggu, 08 Juli 2012

Bebas Memilih Pintu Surga


Alhamdulillahi wahdah wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh.

Siapa di antara kita yang tidak ingin masuk surga? Apalagi jika masuknya bebas dari pintu manapun! Adakah amalan yang bisa mengantarkan kita pada peluang emas tersebut? Jawabannya: ada, antara lain:

1. Berakidah yang benar

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

“مَنْ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَابْنُ أَمَتِهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ، وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ، وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ؛ أَدْخَلَهُ اللَّهُ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ شَاءَ

Lenyapnya Keberkahan Ilmu


Segala puji bagi Allah, salawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada Rasulullah. Amma ba’du.
Seorang penuntut ilmu, tentu tidak menginginkan ilmunya hilang begitu saja tanpa bekas. Terlebih lagi, jika yang hilang itu adalah keberkahan ilmunya. Alias ilmu yang dipelajarinya tidak menambah dekat dengan Allah ta’ala, namun justru sebaliknya, wal ‘iyadzu billah

Tidak sedikit, kita jumpai para penuntut ilmu syar’i yang berusaha untuk mengkaji kitab para ulama, bahkan bermajelis dengan para ulama dalam rangka menyerap ilmu dan arahan mereka. Tentu saja, perkara ini adalah sesuatu yang sangat-sangat harus kita syukuri. Karena dengan kokohnya ilmu dalam diri setiap pribadi muslim, niscaya agamanya akan tertopang landasan yang kuat. Sering kita dengar, ucapan yang sangat populer dari seorang Imam, Amirul Mukminin dalam bidang hadits, Muhammad bin Isma’il al-Bukhari rahimahullah di dalam Kitab Shahihnya yang menegaskan, “Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan.”

Tidak Ada Kata Terlambat untuk Belajar Islam


Menuntut ilmu agama adalah amalan yang amat mulia. Lihatlah keutamaan yang disebutkan oleh sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu,  “Tuntutlah ilmu (belajarlah Islam) karena mempelajarinya adalah suatu kebaikan untukmu. Mencari ilmu adalah suatu ibadah. Saling mengingatkan akan ilmu adalah tasbih. Membahas suatu ilmu adalah jihad. Mengajarkan ilmu pada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah. Mencurahkan tenaga untuk belajar dari ahlinya adalah suatu qurbah (mendekatkan diri pada Allah).

Imam yang telah sangat masyhur di tengah kita, Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Tidak ada setelah berbagai hal yang wajib yang lebih utama dari menuntut ilmu.

Belajar Agama, Kewajiban yang Acapkali Terabaikan


Sebagian orang tua sangat senang jika anaknya bisa belajar sampai jenjang lebih tinggi. Tapi sedikit yang peduli akan pendidikan agama pada anak. Jika anak tidak bisa baca Al Qur’an tidaklah masalah, yang penting bisa menguasai bahasa asing terutama bahasa Inggris. Jika anak tidak paham agama tidak apa-apa, yang penting anak bisa komputer. Jadilah anak-anak muda saat ini jauh dari Islam, tidak bisa baca Qur’an, ujung-ujungnya gemar maksiat ditambah dengan pergaulan bebas yang tidak karuan dipenuhi dengan narkoba, miras, etc.

Mesti Sadar bahwa Belajar Agama itu Penting

Baik selaku orang tua dan anak, kita mesti sadar bahwa mempelajari ilmu agama itu amat penting.
Kita bisa jadi terjerumus dalam syirik karena tidak tahu bahwa jimat, rajah, dan azimat termasuk kesyirikan karena adanya ketergantungan hati pada selain Allah pada sebab yang tidak terbukti dengan dalil dan bukti eksperimen. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

Sabtu, 07 Juli 2012

Hukum Puasa Setelah Pertengahan Sya’ban


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Sebagian orang menganggap bahwa puasa setelah pertengahan sya’ban tidak dibolehkan karena ada beberapa hadits yang melarang ini. Tulisan kali ini akan meninjau lebih jauh bagaimanakah yang tepat dalam masalah ini. Semoga bermanfaat.

Larangan Puasa Setelah Pertengahan Sya’ban

Ada beberapa lafazh yang membicarakan larangan puasa setelah pertengahan bulan Sya’ban.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلاَ تَصُومُوا

Jika tersisa separuh bulan Sya’ban, janganlah berpuasa.” (HR. Tirmidzi no. 738 dan Abu Daud no. 2337)
Dalam lafazh lain,

إِذَا كَانَ النِّصْفُ مِنْ شَعْبَانَ فَلاَ صَوْمَ حَتَّى يَجِىءَ رَمَضَانُ

Kata JIL: Jilbab Bukan Kewajiban Namun Pilihan (2)


Masih melanjutkan beberapa kerancuan yang disuarakan oleh orang Liberal, terutama yang kami sanggah adalah kerancuan yang disampaikan Bu Musdah Mulia. Beliau adalah salah seorang tokoh JIL dan Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ). Beliau memiliki beberapa pendapat yang aneh dan nyleneh mengenai jilbab yang perlu dijelaskan pada umat mengenai kekeliruannya.
Ketiga: Bu Musdah juga mengemukakan kesimpulan dari Forum Pengkajian Islam UIN Sharif Hidayatullah tahun 1998: “Hukum Islam tidak menunjukkan batas aurat yang wajib ditutup, tetapi menyerahkan hal itu kepada masing-masing orang sesuai situasi, kondisi dan kebutuhan.”

Sanggahan:

Kata JIL: Jilbab Bukan Kewajiban Namun Pilihan


Jilbab adalah masalah fundamental yang bukanlah masalah furu’iyyah sebagaimana dikira segelintir orang. Sampai-sampai para ulama berkata bahwa siapa yang menentang wajibnya jilbab, maka ia kafir dan murtad. Sedangkan orang yang tidak mau mengenakan jilbab karena mengikuti segelintir orang tanpa mengingkari wajibnya, maka ia adalah orang yang berdosa, namun tidak kafir.

Dalil yang Menunjukkan Wajibnya Jilbab

Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59). Ayat ini menunjukkan wajibnya jilbab bagi seluruh wanita muslimah.
Ayat lain yang menunjukkan wajibnya jilbab,

Ketika Kitab Suci Tak Lagi Dihormati


Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Alif lam mim. Ini adalah kitab yang tidak ada keraguan sama sekali padanya. Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.”  (QS. al-Baqarah: 2)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah telah mengungkapkan makna kata-kata laa raiba fiih ini di dalam tafsirnya, dengan suatu penafsiran yang sangat ilmiah, kuat, dan gamblang. Beliau rahimahullah berkata, “Makna kalimat ini dalam konteks ini adalah bahwasanya kitab ini yaitu al-Qur’an tidak ada keraguan padanya bahwa ia benar-benar turun dari sisi Allah.” “Sebagian ulama menjelaskan bahwa kalimat ini adalah berita yang mengandung larangan; maksudnya adalah janganlah kalian meragukan tentangnya.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [1/52])

Jumat, 25 Mei 2012

Tenangkanlah hatimu


Prolog

Roda kehidupan terus menggelinding. Banyak cerita dan episode yang dilewati pada setiap putarannya. Ada sedih, ada senang. Ada derita, ada bahagia. Ada suka, ada duka. Ada kesempitan, ada keluasan. Ada kesulitan, dan ada kemudahan. Tidak ada manusia yang tidak melewatinya. Hanya kadarnya saja yang mungkin tidak selalu sama. Maka, situasi apapun yang tengah engkau jalani saat ini, tenangkanlah hatimu ..
Manusia bukan pemilik kehidupan. Tidak ada manusia yang selalu berhasil meraih keinginannya. Hari ini bersorak merayakan kesuksesan, esok lusa bisa jadi menangis meratapi kegagalan. Saat ini bertemu, tidak lama kemudian berpisah. Detik ini bangga dengan apa yang dimilikinya, detik berikutnya sedih karena kehilangannya. Maka, episode apapun yang sedang engkau lalui pada detik ini, tenangkanlah hatimu ..
Cerita tidak selalu sama. Episode terus berubah. Berganti dari satu situasi kepada situasi yang lain. Berbolak-balik. Bertukar-tukar. Kadang diatas, kadang dibawah. Kadang maju, kadang mundur. Itulah kehidupan. Namun, satu hal yang seharusnya tidak pernah berubah pada kita; yaitu, hati yang selalu tenang dan tetap teguh dalam kebenaran …
Saudaraku, ketenangan sangat kita butuhkan dalam menghadapi segala situasi dalam hidup ini. Terutama dalam situasi sulit dan ditimpa musibah. Jika hati dalam kondisi tenang, maka buahnya lisan dan anggota badan pun akan tenang. Tindakan akan tetap pada jalur yang dibenarkan dan jauh dari sikap membahayakan. Kata-kata akan tetap hikmah dan tidak keluar dari kesantunan, sesulit dan separah apa pun situasi yang sedang kita hadapi. Dan dengan itu lah kemudian –insya Allah- kita akan meraih keuntungan.

Jumat, 18 Mei 2012

Jujur, Kiat Menuju Selamat


Mukadimah

Jujur adalah sebuah ungkapan yang acap kali kita dengar dan menjadi pembicaraan. Akan tetapi bisa jadi pembicaraan tersebut hanya mencakup sisi luarnya saja dan belum menyentuh pembahasan inti dari makna jujur itu sendiri. Apalagi perkara kejujuran merupakan perkara yang berkaitan dengan banyak masalah keislaman, baik itu akidah, akhlak ataupun muamalah; di mana yang terakhir ini memiliki banyak cabang, seperti perkara jual-beli, utang-piutang, sumpah, dan sebagainya.

Jujur merupakan sifat yang terpuji. Allah menyanjung orang-orang yang mempunyai sifat jujur dan menjanjikan balasan yang berlimpah untuk mereka. Termasuk dalam jujur adalah jujur kepada Allah, jujur dengan sesama dan jujur kepada diri sendiri. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang shahih bahwa Nabi bersabda,

“Senantiasalah kalian jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.”

Siapa Yang Menanam, Dia Yang akan Menuai


Segala puji itu hanyalah milik Allah. Dialah zat yang telah menyempurnakan nikmat-Nya untuk kita dan secara berturut-turut memberikan berbagai pemberian dan anugerah kepada kita.
Semoga Allah menyanjung dan memberi keselamatan untuk Nabi kita Muhammad, keluarganya yang merupakan manusia pilihan dan semua sahabatnya yang merupakan manusia-manusia yang bertakwa seiring silih bergantinya malam dan siang.
Kita pasti pernah mendengar peribahasa ini, “Siapa yang menanam, Dia yang akan menuai.” Maksudnya, jika seseorang menanam kebaikan, maka ia akan menuai kebaikan pula. Dan jika seseorang menanam kejelekan, maka ia akan menuai hasil yang jelek pula. Berikut beberapa contoh dalam Al Qur’an dan hadits yang menceritakan maksud dari peribahasa ini.
 
Menjaga Hak Allah, Menuai Penjagaan Allah

Yang Paling Mulia, Yang Paling Bertakwa


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Mungkin ada yang menyangka bahwa yang paling mulia adalah yang kaya harta, dari golongan konglomerat, yang cantik rupawan, yang punya jabatan tinggi, berasal dari keturunan Arab atau bangsawan. Namun, Allah sendiri menegaskan yang paling mulia adalah yang paling bertakwa.
Ayat yang patut jadi renungan saat ini adalah firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13)
Ath Thobari rahimahullah berkata, “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian –wahai manusia- adalah yang paling tinggi takwanya pada Allah, yaitu dengan menunaikan berbagai kewajiban dan menjauhi maksiat. Bukanlah yang paling mulia dilihat dari rumahnya yang megah atau berasal dari keturunan yang mulia.” (Tafsir Ath Thobari, 21:386)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,  “Sesungguhnya kalian bisa mulia dengan takwa dan bukan dilihat dari keturunan kalian” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13: 169)
Sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

Pertemanan Dengan Non Muslim


Pertanyaan:

Saya tinggal bersama seorang teman yang beragama Nasrani. Kadang ia berkata kepada saya: “Ya akhi (wahai saudaraku)“, atau berkata “Kita khan saudara“, kami juga makan dan minum bersama, apakah dibolehkan melakukannya?
Syaikh Abdul ‘Aziz Bin Baaz -rahimahullah- menjawab:
Orang kafir bukanlah saudaranya orang muslim. Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

Pahala Melimpah Bagi Muslimah yang Tinggal di Rumah


Di antara perintah Allah kepada wanita muslimah adalah perintah untuk tinggal dan menetap di rumah-rumah mereka. Sebuah perintah yang banyak mengandung hikmah dan maslahat. Tidak hanya bagi wanita itu sendiri, namun juga mengandung kemaslahatan bagi umat.

Perintah dari Dzat Yang Maha Hikmah

Wahai saudariku muslimah, renungkanlah firman dari Rabbmu berikut ini. Rabb yang telah menciptakanmu, yang paling tahu tentang kemaslahatan bagimu. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً

Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Al Ahzab: 33).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa makna dari ayat {وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ} yaitu menetaplah kalian di rumah kalian sebab hal itu lebih selamat dan lebih memelihara diri kalian. Sedangkan makna ayat { وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى }  yaitu  janganlah banyak keluar dengan bersolek atau memakai parfum sebagaimana kebiasaan orang-orang  jahiliyah sebelum Islam yang tidak memiliki ilmu dan agama. Perintah tersebut bertujuan untuk mencegah munculnya kejahatan dan sebab-sebabnya. (Lihat  Taisir Al Karimirrahman surat Al Ahzab 33).

Antara Kata Dan Perbuatan


Tidak disangsikan lagi bahwa adanya perbedaan antara kata dan realita adalah salah satu hal yang sangat berbahaya. Itulah sebab datangnya murka Allah sebagaimana firman-Nya surat Shaff ayat 2 dan 3.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ . كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Shaff: 2-3)

Allah juga mencela perilaku Bani Israil dengan firman-Nya,

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلا تَعْقِلُونَ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (QS. Al-Baqarah: 44)

Menjadi Umat Terbaik dengan Saling Menasehati


Pembahasan berikut adalah risalah ringkas dari Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah mengenai amar ma’ruf nahi munkar. Berikut penjelasan beliau rahimahullah:
Allah Ta’ala berfirman,

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron: 110)
Sebagian ulama salaf mengatakan, “Mereka bisa menjadi umat terbaik jika mereka memenuhi syarat (yang disebutkan dalam ayat di atas). Siapa saja yang tidak memenuhi syarat di atas, maka dia bukanlah umat terbaik.”

Jadilah Pelopor Kebaikan Sebelum Mengajak yang Lain

Sebagian kita memiliki sifat demikian. Berkata dan mengajak orang lain dalam kebaikan, namun diri sendiri enggan untuk melakukan. Melarang dari suatu kemungkaran, namun diri sendiri masih menerjangnya. Muslim yang baik adalah yang menjadi pelopor dalam kebaikan dan yang terdepan dalam menjauhi kemungkaran sebelum mengajak atau mendakwahi lainnya.
Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)

Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?  Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” (QS. Ash Shaff: 2-3).
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan,

Jumat, 04 Mei 2012

Apakah Anda Termasuk Sebaik-baik Manusia?


Setiap orang mendambakan menjadi yang terbaik. Sebagai seorang muslim, orientasi hidup untuk menjadi yang terbaik bukanlah dinilai dari ukuran manusia semata, tetapi karena ridha Allah Ta’ala. Inilah cara mudah menjadi orang terbaik dalam konsep Islam.

Pertama, tidak ingkar melunasi hutang

 عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عن رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أنه فَقَالَ « خَيْرُكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً » متفق عليه
Artinya: Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.” Muttafaqun ‘alaih

Kedua, belajar Al-Quran dan mengajarkannya

عَنْ عُثْمَانَ – رضى الله عنه- عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ «خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ» رواه البخاري
Artinya: “Ustman bin Affan radhiyallahu ‘anhu berkata: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar al-Quran dan mengajarkannya.” Hadits riwayat Bukhari.

Hidup Sehat dengan Mengamalkan Sunnah


Amalkan sunnah maka hidup sehat menanti Anda, benarkah? Tidak diragukan, Islam adalah agama yang mengajarkan hidup sehat. Jika selama ini ada slogan yang terkenal “pencegahan lebih baik dari pengobatan,”  ternyata sejak empat belas abad yang lalu aplikasi dari slogan itu telah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tanamkan kepada para shahabatnya. Mari perhatikan hal-hal berikut:

a)  Menjaga kebersihan dan kesucian:

{ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ} [المدثر: 4]

Dan pakaianmu bersihkanlah.” (QS. Al Mudatstsir: 4).
Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata:

{ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ } أي: اغسلها بالماء.

“Maksud “Dan pakaianmu bersihkanlah” adalah basuhlah dengan air.”
Ibnu Zaid rahimahullah berkata:

كان المشركون لا يتطهرون، فأمره الله أن يتطهر، وأن يطهر ثيابه.

“Dahulu orang-orang musyrik kebiasaan mereka tidak bersuci, maka Allah memerintahkan agar bersuci dan membersihkan pakaiannya.” (Lihat tafsir Al Quran Al Azhim).

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah: “Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir, ayat ini mencakup seluruh perkara itu bersamaan dengan kesucian hati.” Lihat kitab Tafsir Al Quran Al Azhim di dalam ayat ini.

Kamis, 26 April 2012

Syubhat Seputar Larangan Isbal

Isbal artinya menjulurkan pakaian melebihi mata kaki. Isbal terlarang dalam Islam, hukumnya minimal makruh atau bahkan haram. Banyak sekali dalil dari hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang mendasari hal ini.
Dalil seputar masalah ini ada dua jenis:

Pertama, mengharamkan isbal jika karena sombong.

Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:

من جر ثوبه خيلاء ، لم ينظر الله إليه يوم القيامة . فقال أبو بكر : إن أحد شقي ثوبي يسترخي ، إلا أن أتعاهد ذلك منه ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إنك لن تصنع ذلك خيلاء . قال موسى : فقلت لسالم : أذكر عبد الله : من جر إزاره ؟ قال : لم أسمعه ذكر إلا ثوبه

Barangsiapa menjulurkan pakaiannya karena sombong, tidak akan dilihat oleh Allah pada hari kiamat. Abu Bakar lalu berkata: ‘Salah satu sisi pakaianku akan melorot kecuali aku ikat dengan benar’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Engkau tidak melakukan itu karena sombong’.Musa bertanya kepada Salim, apakah Abdullah bin Umar menyebutkan lafadz ‘barangsiapa menjulurkan kainnya’? Salim menjawab, yang saya dengan hanya ‘barangsiapa menjulurkan pakaiannya’. ”. (HR. Bukhari 3665, Muslim 2085)

Rabu, 18 April 2012

Bolehkah Shalat Tarawih 11 Raka’at Padahal Imam 23 Raka’at?

Pertanyaan:

Jika seseorang shalat tarawih berjama’ah bersama imam yang 23 raka’at, namun orang tersebut hanya shalat 11 raka’at saja. Apakah perbuatan ini sesuai dengan sunnah?

Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah menjawab:

Yang sesuai dengan sunnah adalah tetap mengikuti imam meski ia shalat 23 rakaat. Karena Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

من قام مع الإمام حتى ينصرف كتب الله له قيام ليلة

Orang yang shalat tarawih mengikuti imam sampai selesai, ditulis baginya pahala shalat semalam suntuk” (HR. At Tirmidzi, no. 734, Ibnu Majah, no. 1317, Ahmad, no. 20450)

dalam lafazh yang lain:
بقية ليلته

Ditulis baginya pahala shalat di sisa malamnya” (HR. Ahmad, no. 20474)

Waktu-Waktu Terkabulnya Do’a

Sungguh berbeda Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan makhluk-Nya. Dia Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Lihatlah manusia, ketika ada orang meminta sesuatu darinya ia merasa kesal dan berat hati. Sedangkan Allah Ta’ala mencintai hamba yang meminta kepada-Nya. Sebagaimana perkataan seorang penyair:
الله يغضب إن تركت سؤاله  وبني آدم حين يسأل يغضب
Allah murka pada orang yang enggan meminta kepada-Nya, sedangkan manusia ketika diminta ia marah
Ya, Allah mencintai hamba yang berdoa kepada-Nya, bahkan karena cinta-Nya Allah memberi ‘bonus’ berupa ampunan dosa kepada hamba-Nya yang berdoa. Allah Ta’ala berfirman dalam sebuah hadits qudsi:
يا ابن آدم إنك ما دعوتني ورجوتني غفرت لك على ما كان منك ولا أبالي
Wahai manusia, selagi engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, aku mengampuni dosamu dan tidak aku pedulikan lagi dosamu” (HR. At Tirmidzi, ia berkata: ‘Hadits hasan shahih’)
Sungguh Allah memahami keadaan manusia yang lemah dan senantiasa membutuhkan akan Rahmat-Nya. Manusia tidak pernah lepas dari keinginan, yang baik maupun yang buruk. Bahkan jika seseorang menuliskan segala keinginannya dikertas, entah berapa lembar akan terpakai.
Maka kita tidak perlu heran jika Allah Ta’ala melaknat orang yang enggan berdoa kepada-Nya. Orang yang demikian oleh Allah ‘Azza Wa Jalla disebut sebagai hamba yang sombong dan diancam dengan neraka Jahannam. Allah Ta’ala berfirman:
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Berdoalah kepadaKu, Aku akan kabulkan doa kalian. Sungguh orang-orang yang menyombongkan diri karena enggan beribadah kepada-Ku, akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” (QS. Ghafir: 60)
Ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah Maha Pemurah terhadap hamba-Nya, karena hamba-Nya diperintahkan berdoa secara langsung kepada Allah tanpa melalui perantara dan dijamin akan dikabulkan. Sungguh Engkau Maha Pemurah Ya Rabb…

Berdoa Di Waktu Yang Tepat

Diantara usaha yang bisa kita upayakan agar doa kita dikabulkan oleh Allah Ta’ala adalah dengan memanfaatkan waktu-waktu tertentu yang dijanjikan oleh Allah bahwa doa ketika waktu-waktu tersebut  dikabulkan. Diantara waktu-waktu tersebut adalah:

Jika Kubur Dijadikan Tuhan

Apakah ada kubur yang dijadikan tuhan? Begitu mungkin pertanyaan yang muncul dari pembaca ketika membaca judul artikel ini. Karena setiap orang tahu, bahwa yang berhak disembah hanyalah Allah Ta’ala. Sedangkan menyembah selain Allah merupakan dosa besar yang paling besar. Semoga pertanyaan ini segera sirna setelah menela’ah apa yang akan kami sampaikan di bawah ini.

 ISYARAT NABI ‘alaihi ash-sholatu was salam

Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sudah mengisyaratkan tentang penyembahan terhadap kubur itu di dalam banyak hadits-hadits yang shahih. Antara lain hadits di bawah ini,
عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا يُعْبَدُ اشْتَدَّ غَضَبُ اللَّهِ عَلَى قَوْمٍ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
Dari ‘Atho’ bin Yasar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdoa: “Wahai Allah janganlah Engkau jadikan kuburku sebagai berhala (tuhan yang disembah), besar murka Allah terhadap orang-orang yang menjadikan kubur-kubur Nabi-Nabi mereka sebagai masjid-masjid”. (HR. Malik, di dalam kitab Al-Muwaththo’, no: 376)
Hadits ini mursal (termasuk lemah), namun dikuatkan oleh hadits-hadits yang lain sehingga menjadi shahih. Oleh Karena itu Syaikh Al-Albani menshahihkannya di dalam kitab Tahdzirus Sajid, hlm: 18, 19. Di antara
hadits yang menguatakan adalah hadits di bawah ini,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا لَعَنَ اللَّهُ قَوْمًا اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (beliau pernah berdoa): “Wahai Allah janganlah Engkau jadikan kuburku sebagai berhala (tuhan yang disembah), Allah melaknat orang-orang yang menjadikan kubur-kubur Nabi-Nabi mereka sebagai masjid-masjid” (HR. Ahmad, di dalam kitab Musnad, juz: 2, hlm: 246)
Syaikh Dr. Sholih bin Fauzab bin Abdullah Al-Fauzan –ulama anggota Majlis Fatwa Saudi- berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam khawatir akan terjadi di kalangan umatnya apa yang telah terjadi pada orang-orang Yahudi dan Nashoro terhadap kubur-kubur Nabi-Nabi mereka, yaitu yang berupa ghuluw (sikap melewati batas) terhadap kubur-kubur itu sehingga kubur-kubur itu menjadi berhala-berhala. Maka beliau memohon kepada Rabbnya agar tidak menjadikan kubur beliau demikian itu. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan sebab kemurkaan dan laknat Allah menimpa orang-orang Yahudi dan Nashoro, yaitu apa yang telah mereka lakukan terhadap kubur-kubur Nabi-Nabi mereka, sehingga mereka merubahnya menjadi berhala-berhala yang disembah. Maka mereka terjerumus di dalam syirik yang besar yang bertentangan dengan tauhid”. (Al-Mulakhkhos Fii Syarh Kitab At-Tauhid, hlm: 144-145)

Sabtu, 14 April 2012

Awas Hadits-Hadits Palsu!

Al-Qur’an dan as-Sunnah adalah dua sumber hukum Islam yang menjadi pegangan hidup umat Islam. Allah sendiri yang akan menjaga al-Qur’an dari pengubahan, penambahan atau pengurangan, walaupun hanya satu huruf atau satu harakat saja. Begitu pula dengan As Sunnah (al-Hadits) sebagai penjaga makna atau penjelas al-Qur’an juga akan terjaga. Maka tidak ada seorangpun di ujung dunia yang membuat-buat hadits dusta kecuali akan terkuak kepalsuannya.

Bagaimana Hadits Bisa Terjaga?

Hadits terjaga dengan adanya sanad hadits. Dengan sanad itulah para ulama ahli hadits bisa membedakan manakah hadits shahih, hadits dhaif (lemah) dan hadits maudhu’ (palsu). Sanad adalah susunan orang-orang yang meriwayatkan hadits. Para periwayat tersebut diperiksa satu persatu secara ketat tentang riwayat hidupnya, apakah ia seorang jujur ataukah pendusta, hafalannya kuat ataukah lemah dan pemeriksaan ketat lainnya. Jika seluruh rawi dalam sanad hadits lulus pemeriksaan maka hadits tersebut berstatus shahih yang wajib kita jadikan pegangan hidup. Dan dengan demikian tersingkaplah hadits-hadits palsu bikinan para pendusta yang sengaja membuatnya untuk merusak agama Islam. Hanya orang-orang jahil saja yang bisa tertipu oleh mereka.

Ikhlas Dalam Beramal

Diriwayatkan dari Amir al-Mukminin (pemimpin kaum beriman) Abu Hafsh Umar bin al-Khattab radhiyallahu’anhu beliau mengatakan: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ مانوي . فمن كانت هجرته الي الله ورسوله فهجرته الي الله ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلي ما هاجر إليه
“Sesungguhnya setiap amalan harus disertai dengan niat. Setiap orang hanya akan mendapatkan balasan tergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrah karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena menginginkan perkara dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya (hanya) mendapatkan apa yang dia inginkan.” (HR. Bukhari [Kitab Bad'i al-Wahyi, hadits no. 1, Kitab al-Aiman wa an-Nudzur, hadits no. 6689] dan Muslim [Kitab al-Imarah, hadits no. 1907])

Faedah Hadits

Hadits yang mulia ini menunjukkan bahwa niat merupakan timbangan penentu kesahihan amal. Apabila niatnya baik, maka amal menjadi baik. Apabila niatnya jelek, amalnya pun menjadi jelek (Syarh Arba’in li an-Nawawi, sebagaimana tercantum dalam ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 26).
Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah mengatakan, “Bukhari mengawali kitab Sahihnya [Sahih Bukhari] dengan hadits ini dan dia menempatkannya laiknya sebuah khutbah [pembuka] untuk kitab itu. Dengan hal itu seolah-olah dia ingin menyatakan bahwa segala amal yang dilakukan tidak ikhlas karena ingin mencari wajah Allah maka amal itu akan sia-sia, tidak ada hasilnya baik di dunia maupun di akhirat.” (Jami’ al-’Ulum, hal. 13)

Jumat, 13 April 2012

Keutamaan Orang Kaya Yang Bersyukur

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata:
جاء الفقراء إلى النبي فقالوا: يا رسول الله، ذهب أهل الدثور من الأموال بالدرجارت العلا والنعيم المقيم، يصلون كما نصلي، ويصومون كما نصوم، ولهم فضل من أموال يحجون بها ويعتمرون ويجاهدون ويتصدقون، وليست لنا أموال…وفي رواية مسلم: فقال رسول الله في آخر الحديث: “ذلك فضل الله يؤتيه من يشاء” (متفق عليه).
Orang-orang miskin (dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) pernah datang menemui beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu mereka berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang (kaya) yang memiliki harta yang berlimpah bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi (di sisi Allah Ta’ala) dan kenikmatan yang abadi (di surga), karena mereka melaksanakan shalat seperti kami melaksanakan shalat dan mereka juga berpuasa seperti kami berpuasa, tapi mereka memiliki kelebihan harta yang mereka gunakan untuk menunaikan ibadah haji, umrah, jihad dan sedekah, sedangkan kami tidak memiliki harta…“.
Dalam riwayat Imam Muslim, di akhir hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itu adalah kerunia (dari) Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya1.

Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan orang kaya yang memanfaatkan kekayaannya untuk meraih takwa kepada Allah Ta’ala, dengan menginfakkan hartanya di jalan yang diridhai-Nya.
Imam Ibnu Hajar al-’Asqalani berkata, “Dalam hadits ini (terdapat dalil yang menunjukkan) lebih utamanya orang kaya yang menunaikan hak-hak (Allah Ta’ala) pada (harta) kekayaannya dibandingkan orang miskin, karena berinfak di jalan Allah (seperti yang disebutkan dalam hadits di atas) hanya bisa dilakukan oleh orang kaya”2.

Tidak Bisa Ibadah Tapi Dapat Pahala Ibadah

Sebuah hadits dari Abu Musa Al Asy’ari Radhiallahu’anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إذا مرض العبد أو سافر كتب له مثل ما كان يعمل مقيما صحيحا

Artinya: “Jika seorang ahli ibadah jatuh sakit atau safar, ia tetap diberi pahala ibadah sebagaimana ketika ia sehat atau sebagaimana ketika ia tidak dalam safar” [HR. Bukhari]
Ini adalah sebuah nikmat yang besar yang dikaruniakan Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang beriman. Yaitu jika seorang hamba terbiasa melakukan sebuah amal ibadah sunnah secara kontinu, kemudian suatu kala ia terhalang untuk melakukannya dikarenakan sakit atau safar, maka pada saat itu ia mendapat pahala ibadah tersebut secara utuh (!!)

Sampaikan Ilmu Dariku Walau Satu Ayat

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta’ala ‘anhu, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)

Seputar perawi hadits :

Hadits ini diriwayatkan oleh shahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al Ash bin Wa’il bin Hasyim bin Su’aid bin Sa’ad bin Sahm As Sahmiy. Nama kunyah beliau Abu Muhammad, atau Abu Abdirrahman menurut pendapat lain. Beliau adalah salah satu diantara Al ‘Abaadilah (para shahabat yang bernama Abdullah, seperti ‘Abdullah Ibn Umar, ‘Abdullah ibn Abbas, dan sebagainya –pent) yang pertama kali memeluk Islam, dan seorang di antara fuqaha’ dari kalangan shahabat. Beliau meninggal pada bulan Dzulhijjah pada peperangan Al Harrah, atau menurut pendapat yang lebih kuat, beliau meninggal di Tha’if.

Pengaruh Teman Bergaul

Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh telah mengatur bagaimana adab-adab serta batasan-batasan dalam pergaulan. Pergaulan sangat mempengaruhi kehidupan seseorang. Dampak buruk akan menimpa seseorang akibat bergaul dengan teman-teman yang jelek, sebaliknya manfaat yang besar akan didapatkan dengan bergaul dengan orang-orang yang baik.

Pengaruh Teman Bagi Seseorang

Banyak orang yang terjerumus ke dalam lubang kemakisatan dan kesesatan karena pengaruh teman bergaul yang jelek. Namun juga tidak sedikit orang yang mendapatkan hidayah dan banyak kebaikan disebabkan bergaul dengan teman-teman yang shalih.
Dalam sebuah hadits Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang peran dan dampak seorang teman dalam sabda beliau :
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Jumat, 06 April 2012

Syi’ah Mencela Ummul Mukminin, ‘Aisyah

Di antara bentuk kesesatan Syi’ah Rofidhoh adalah perbuatannya yang mencela bahkan menghina ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dengan perkataan atau perbuatan yang sangat keji dan munkar. Padahal ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha merupakan Ummul Mukminin, istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan merupakan istri yang paling dicintainya. Lantas, apa saja kemuliaan yang dimiliki ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha sehingga orang lain tidak berhak untuk mencela atau menghinanya? Mari kita simak pembahasan berikut:

Nama dan keturunan

Nama beliau adalah ‘Aisyah bintu Abi Bakr ‘Abdillah bin Abi Quhafah ‘Utsman bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’b bin Sa’d bin Taim bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay al-Qurasyiyyah at-Taimiyyah al-Makkiyyah. (1 mukhtashor al kabir fi sirah rasul, maktabah syamilah)
Ayahnya adalah Abu Bakar Ash Shidiq, Amirul Mukminin yang mempunyai kemuliaan yang agung dalam islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik manusia setelah rasulullah adalah Abu Bakar”. (HR Ibnu Majah, dishohihkan Albani dalam Shohih Ibnu Majah)
Dan ibunya adalah salah satu seorang pemuka shahabiyah yaitu Ummu Ruman binti ‘Amir. Seorang Shahabiyah yang mempersembahkan pengorbanan yang amat banyak bagi kemashalahatan agama islam. (Sirah Shahabiyah Hal 131, Pustaka As-Sunnah)
Beliau lahir dalam masa islam dan dilahirkan oleh orang tua yang mulia dan beriman kepada Allah. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Ketika aku mulai bisa mengenal orang tuaku kudapati mereka telah memeluk islam. (Siyar A’lamin Nubala 2/139, Sirah Shahabiyah Pustaka As-Sunnah)

Syi’ah Mencela Sahabat Nabi

Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah, di antara aqidah Ahlus Sunnah adalah kita mencintai para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun tidak berlebihan dalam mencintai salah seorang di antara mereka. Kita juga tidak boleh berlepas diri (antipati) terhadap seorang pun dari mereka. Kita membenci orang yang membenci dan menjelek-jelekkan mereka. Kita pun hanya menyebut mereka dalam kebaikan. Mencintai mereka adalah bagian dari agama, begian dari iman, dan salah satu bentuk ihsan. Sedangkan membenci mereka adalah kekufuran, kemunafikan, dan sikap melampaui batas. (Aqidah Ath-Thohawiyyah).
Sahabat, Generasi Terbaik Umat Islam
Setelah kedudukan sebagai Nabi, tidak ada lagi kedudukan yang lebih tinggi dan lebih mulia dibanding kedudukan suatu kaum yang telah diridhai Allah untuk mendampingi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan untuk menjadi pembela agama-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sebaik-baik manusia adalah generasiku (sahabat), kemudian generasi sesudahnya, dan sesudahnya lagi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pokok-Pokok Akidah Syi’ah

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Zat Yang Maha Sempurna nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Saudaraku, sesungguhnya jalan kebenaran sangatlah jelas, begitu pula jalan kesesatan begitu gamblangnya. Semuanya telah ditunjukkan oleh Allah Ta’ala dan diterangkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sejelas-jelasnya. Maka barangsiapa yang mengambil petunjuk dari Allah dan rasul-Nya dia akan meniti jalan kebenaran, sedangkan yang meninggalkannya akan terjerumus ke dalam jurang kesesatan. Di antara kelompok yang jauh menyimpang dari ajaran Allah dan rasul-Nya adalah ajaran Syi’ah. Walaupun mereka mengaku Islam, namun hakekatnya mereka bukanlah Islam. Kita akan lihat bagaimana akidah dan keyakinan Syi’ah yang disebutkan dalam kitab-kitab mereka sehingga kita bisa menilai siapa mereka sesungguhnya.
Akidah Syi’ah Tentang Nama dan Sifat Allah
Di antara akidah Syi’ah tentang nama dan sifat Allah adalah :
  1. Syi’ah menafikan (meniadakan) sifat nuzul (turun-Nya Allah) bagi Allah ke langit dunia dan menghukumi kafir bagi yang menetapkan hal tersebut. (Ushuulul Kaafi 1/103).
  2. Syi’ah menyifati imam-imam mereka dengan sifat-sifat Allah  dan menamai mereka dengan nama-nama Allah Ta’ala. (Lihat Kitab Ushuulul Kaafi 1/103)
Akidah Syi’ah Tentang Tauhid
Di antara akidah Syi’ah berkenaan dengan tauhid adalah :

Sejarah Kemunculan Syi’ah

Secara fisik, sulit dibedakan antara penganut Islam dengan Syi’ah. Akan tetapi jika diteliti lebih dalam terutama dari sisi akidah, perbedaan di antara keduanya ibarat minyak dan air. Sehingga tidak mungkin disatukan..
Syiah menurut etimologi bahasa arab bermakna pembela dan pengikut seseorang, selain itu juga bermakna setiap kaum yang berkumpul diatas suatu perkara. (Tahdzibul Lughah, 3/61 karya Azhari dan Taajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi)
Adapun menurut terminologi syariat, syiah bermakna mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib lebih utama dari seluruh sahabat dan lebih berhak untuk menjadi khalifah kaum muslimin, begitu pula sepeninggal beliau (Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal karya Ibnu Hazm)

Rabu, 04 April 2012

Hak-Hak Tetangga

Kita pada umumnya mengharapkan tinggal dalam suatu lingkungan yang harmonis. Lingkungan yang saling menghargai, tidak saling menyakiti antara yang satu dengan yang lain, baik dalam bentuk perbuatan maupun hanya sekedar ucapan. Tidak berselisih walaupun di dalamnya terdapat orang yang berbeda-beda. Betapa indahnya! Kami yakin bahwa kita semua menginginkannya.

Islam Mewajibkan untuk Berbuat Baik pada Tetangga

Islam berusaha mewujudkan hal tersebut dan salah satu metodenya adalah dengan menekankan bagi pemeluknya untuk menunaikan hak-hak para tetangga. Islam memerintahkan untuk senantiasa berbuat baik terhadap tetangganya dan tidak menyakiti mereka. Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orangtua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An Nisaa’ : 36).
Orang yang tidak berbuat baik kepada tetangganya, bahkan tetangganya merasa terganggu dengan perbuatan ataupun perkataannya yang keji, maka orang seperti ini berhak untuk masuk neraka. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya” (HR. Bukhori dan Muslim).

Menjadi Orang Asing di Dunia

وعن ابن عمر – رضي الله عنهما- قال: أخذ رسول الله صلى الله عليه و سلم بمنكبي فقال: كن في الدنيا كأنك غريب، أو عابر سبيل وكان ابن عمر – رضي الله عنهما – يقول: إذا أمسيت فلا تنتظر الصباح، وإذا أصبحت فلا تنتظر المساء، وخذ من صحتك لمرضك، ومن حياتك لموتك. رواه البخاري.
Dari Ibnu Umar radhiallohu ‘anhuma beliau berkata: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah memegang kedua pundakku seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir.” Ibnu Umar berkata: “Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati.” (HR. Bukhori)


Bandingan Nikmat Dunia dan Akhirat

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak menyebutkan kenikmatan dan keutamaan akhirat yang sangat besar dibandingkan kesenangan di dunia ini. Di antaranya adalah hadits di bawah ini,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي َلأَ عْلَمُ آخِرَ أَهْلِ النَّارِ خُرُوجًا مِنْهَا وَآخِرَ أَهْلِ الْجَنَّةِ دُخُولاً الْجَنَّةَ رَجُلٌ يَخْرُجُ مِنْ النَّارِ حَبْوًا فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلْأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلْأَى فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ قَالَ فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلْأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلْأَى فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ فَإِنَّ لَكَ مِثْلَ الدُّنْيَا وَعَشَرَةَ أَمْثَالِهَا أَوْ إِنَّ لَكَ عَشَرَةَ أَمْثَالِ الدُّنْيَا قَالَ فَيَقُولُ أَتَسْخَرُبِي أَوْ أَتَضْحَكُ بِي وَأَنْتَ الْمَلِكُ قَالَ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَحِكَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ قَالَ فَكَانَ يُقَالُ ذَاكَ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً


Pokok-Pokok Keimanan Kepada Hari Akhir

Iman kepada hari akhir hukumnya wajib dan kedudukannya dalam agama merupakan salah satu di antara rukun iman yang enam. Banyak sekali Allah Ta’ala menggandengkan antara iman kepada Allah dan iman kepada hari akhir, karena barangsiapa yang tidak beriman kepada hari akhir, tidak mungkin akan beriman kepada Allah. Orang yang tidak beriman dengan hari akhir tidak akan beramal, karena seseorang tidak akan beramal kecuali dia mengharapkan kenikmatan di hari akhir dan takut terhadap adzab di hari akhir.[1]
Disebut hari akhir karena pada hari itu tidak ada hari lagi setelahnya, saat itu merupakan tahapan yang terakhir[2]. Keimanan yang benar  terhadap hari akhir mancakup tiga hal pokok yaitu mengimani adanya hari kebangkitan, mengimani adanya hisaab (perhitungan) dan jazaa’ (balasan), serta mengimani tentang surga dan neraka. Termasuk juga keimanan kepada hari akhir adalah mengimani segala peristiwa yang akan terjadi setelah kematian seperti  fitnah kubur, adzab kubur, dan nikmat kubur.

Renungan Hari Akhir

Iman kepada hari akhir merupakan perkara yang sangat penting dan begitu ditekankan dalam banyak ayat al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Setiap jiwa pasti akan merasakan mati. Dan sesungguhnya balasan atas kalian akan disempurnakan kelak pada hari kiamat. Barangsiapa yang diselamatkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh dia telah beruntung. Tidaklah kehidupan dunia itu melainkan kesenangan yang menipu.” (QS. Ali ‘Imran: 185)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Sesungguhnya kematian yang kalian berusaha lari darinya itu pasti akan menemui kalian. Kemudian kalian akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui perkara ghaib maupun perkara yang tampak lalu Allah akan mengabarkan kepada kalian apa saja yang telah kalian kerjakan -di dunia-.” (QS. al-Jumu’ah: 8)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian, karena sesungguhnya kegoncangan pada hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat dahsyat. Pada hari itu kamu akan melihatnya, setiap ibu yang menyusui lalai dari susuannya, dan setiap ibu yang hamil pun berguguran kandungannya. Dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk. Akan tetapi siksaan Allah yang amat keras.” (QS. al-Hajj: 1-2).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada hari itu setiap orang akan lari meninggalkan saudaranya, ibu maupun ayahnya, istri dan anak-anaknya. Setiap orang diantara mereka pada hari itu memiliki urusan yang sangat menyibukkan diri mereka sendiri.” (QS. ‘Abasa: 34-37)

 

(c)2009 indahnya islam. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger