Ini adalah bab yang sangat bermanfaat sekali –dengan izin Allah- karena ia menyelamatkan seseorang dari penyakit riya` yang merupakan pembatal amalan yang dilakukan pada saat itu, dan juga meyelamatkan seseorang dari sifat ujub (merasa bangga dengan diri sendiri) yang bisa menyeret pelakunya pada sifat sombong.
Selamatnya agama seseorang tidak bisa diganti dengan apapun (artinya tidak ada yang lebih berharga dari seleamatnya agama – amalan) .
Abu Wahab al-Marwazi berkata, “Aku pernah menanyakan tentang penyakit ujub kepada Ibnul Mubarak? Ia pun menjawab, “Ujub itu adalah engkau melihat pada dirimu ada sesuatu yang tidak dimiliki orang lain. aku tidak mengetahui sesuatu yang paling buruk bagi kaum muslimin selain sifat 'ujub.”
Oleh karena itu sangat besar sekali pahala menyembunyikan sebagian amal-amal shalih.
Berusahalah untuk menyembunyikan tangisan anda dengan semampunya. Jika anda tidak mampu, maka jangan sampai anda lupa membaca doa,
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu pun, sementara aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampunan-Mu dari perbuatan syirik yang tidak aku sadari.”.
Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari tidak ada naungan, kecuali naunganNya.” Di dalamnya disebutkan, “Dan laki-laki yang menyendiri mengingat Allah, kemudian air matanya bercucuran.” (Muttafaq ‘Alaih).
Kahmas ibn al-Hasan menuturkan bahwa ada seorang laki-laki yang menghela nafas di sisi Umar ibn al-Khaththab, seakan-akan hendak menarik perhatian orang, maka Umar memukulnya.
Al-‘Amasyi bercerita, “Hudzaifah RA menangis di dalam shalatnya. Setelah selesai shalat, ia menoleh ke belakang ternyata ia melihat seorang laki-laki di belakangnya. Maka Hudzaifah berkata, ‘Jangan sekali-kali, kamu beritahu siapapun tentang apa yang kamu saksikan tadi.’”
Abdullah ibn Hubaib ibn Abi Tsabit berkata, “Suatu ketika aku melihat Muhammad ibn Ka’ab al-Quradzi bercerita. Lalu seorang laki-laki menangis (mendengar kisahnya), maka Muhammad pun memutuskan ceritanya seraya berkata, “Siapakah yang menangis?” Orang-orang yang hadir menjawab, “Hamba sahaya yang telah dimerdekakan oleh si fulan.” Seakan-akan Muhammad membenci perbuatan itu.”
Abu Ma’syar berkata, “Pernah suatu ketika Muhammad ibn Ka’ab bercerita, sementara air matanya bercucuran di kedua pipinya. Apabila dia mendengar orang yang menangis, ia menghardiknya seraya berkata, “Apa-apaan ini?”
Berikut ini adalah beberapa kisah Ayyub ibn Abi Tamimah as-Sikhtiyani yang menjelaskan kegigihan beliau dalam menyembunyikan tangisannya.
Hammad ibn Zaid berkata, “Pada suatu kesempatan Ayyub as-Sikhtiyani menangis, lalu ia menyumbat hidungnya seraya berkata, “Alangkah dahsyatnya pilek ini!”
Pada kesempatan yang lain dia menangis, maka ia pun menyembunyikan tangisannya dengan berkata, “Orang yang sudah tua jika sudah lanjut usia bibirnya akan jatuh (memble, tidak bisa menutup rapat. Maksudnya, Ayyub mengatakan ini untuk menyembunyikan tangisannya, karena biasanya kalau sedang menangis bibir tidak bisa menutup rapat)”
Hammad menceritakan, “Suatu hari Ayyub mengingat sesuatu, maka diapun sedih, lalu ia berpaling seakan-akan dia mengeluarkan ingus.”
Abdurman ibn Muslim menuturkan, “Pada suatu kesempatan Ayyub menangis dan ia tidak dapat menahan tangisannya, lalu ia pun berdiri dan pergi.”
Bustham ibn Huraits berkata, “Suatu ketika Ayyub sangat sedih (peka), yang diikuti kemudian dengan cucuran air mata. Dia ingin menyembunyikan itu dari sahabat-sahabatnya. Maka ia memegang hidungnya seakan-akan dia sedang terserang flu. Namun bila ia takut, tak dapat menguasai tangisannya, ia pun berdiri (dan meninggalkan sahabat-sahabatnya).
Pada suatu hari al-Hasan menyampaikan hadits atau memberikan wejangan. Tiba-tiba seorang laki-laki menangis sesenggukan,. Maka al-Hasan berkata, “Jika tangisanmu itu ikhlas karena Allah, maka engkau telah memerangi nafsumu. Namun jika bukan karena Allah, maka engkau akan binasa.”
Ar-Rabi’ ibn Shabih berkata, “Pada suatu hari al-Hasan memberikan nasihat. Tiba-tiba seorang laki-laki menangis segugukan,. Maka al-Hasan berkata, “Niscaya Allah akan bertanya kepadamu pada hari kiamat kelak, ‘Apa yang kamu inginkan dari tangisanmu?’”
Harim ibn Sufyan berkata, “Suatu ketika Manshur ibn al-Mu’tamir meriwayatkan hadits kepada kami. Sebelum berdiri, ia selalu mengusap air matanya.”
Hammad ibn Zaid bercerita, “Suatu saat Tsabit al-Bunnani datang membesuk Muhammad ibn Wasi’. Kemudian Yahya al-Bakka` mengucapkan salam kepada Tsabit. Lalu Tsabit bertanya, “Siapakah anda?” Laki-laki menjawab, “Saya Abu Muslim, saya Yahya.” Tsabit berkata, “Siapakah Abu Muslim itu?”orang-orang menjawab, “Dia adalah Yahya al-Bakka`.” Tsabit malah berkata, “Sesungguhnya Hari kalian yang paling naas adalah hari di mana kalian mengetahui tangisan dan kalian nisbahkan itu pada sosok Yahya.”
Al-Hasan bin al-Rabi' berkata: "Ibnul Mubarak jika sedang peka (menangis), dan khawatir hal itu diketahui, maka ia berdiri (pergi) atau mengganti topik pembicaraan."
Ma’mar berkata, “Seorang laki-laki menangis di samping al-Hasan. Maka al-Hasan berkata menyindir, “Adaseseorang yang menangis di samping saudaranya, sedangkan saudaranya tidak tahu.”
Muhammad ibn Washi’ bercerita, “Aku telah mendapati banyak orang , ada yang kepalanya dengan kepala istrinya berada pada satu bantal, sisi bantal yang menahan kepalanya basah karena tangisan, sementara itu istrinya tak mengetahui apa yang terjadi?”
Aku pernah menemukan para tokoh. Salah seorang di antara mereka, berdiri di tengah-tengah shaf. Setelah itu air matanya mengaliri pipinya. Sementara orang yang berada di sampingnya tidak mengetahui akan hal itu!!!”
Saya (penulis) katakan: "Hal seperti ini atau yang semisalnya, bisa jadi yang dimaksud adalah diri mereka sendiri, atau orang yang menyampaikan hadis untuk dirinya. Mereka menceritakan hal itu dari orang lain padahal sebenarnya adalah mereka sendiri, hal ini sebagai cara untuk merahasiakannya, WaAllahu ‘Alam.
Hisan ibn Abi Sinan menghadiri majlis Malik ibn Dinar. Apabila Malik berbicara, Hisan menangis sampai apa yang ada di hadapannya menjadi basah, tetapi suara tangisannya nyaris tak terdengar.”
Ishaq ibn Khalaf berkata, “Amr ibn al-Qais, jika ia menangis, ia akan menghadapkan wajahnya ke tembok dan berkata kepada teman-temannya, “Ini hanyalah flu.”
Dari penjelasan yang telah lewat, jelaslah bagi anda bahwa sangat dianjurkan sekali bagi seseorang untuk menyembunyikan tangisan, dan rasa iba dengan semampunya. Sebaliknya ia juga harus berbaik sangka dengan orang yang tampak menangis dan menampakkan kesedihannya. Makhul berkata, “Aku melihat seorang laki-laki sedang shalat. Setiap kali dia ruku’ dan sujud, ia menangis, sehingga aku menyangka dia telah riya` dengan tangisannya, karena itu akupun tidak menangis selama setahun.”
Selesai sudah maksud yang terdapat dalam lembaran-lembaran ini. Pembahasan selanjutnya adalah (Ayat yang paling memberi harapan dan paling menakutkan dalam kitabullah).
HR. al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, Abu Ya’la dan adh-Dhiya’ dalam al-Mukhtar.
0 komentar:
Posting Komentar