Hukum Memperingati Maulid Nabi
Peringatan Maulid Nabi adalah perbuatan terlarang dan ditolak ditinjau dari beberapa aspek.
*.Maulid Nabi adalah bid’ah
Peringatan tersebut bukan sunah Rasulullah ataupun Khulafa’ur Rasyidin. Sebaliknya, ini termasuk perbuatan bid’ah yang dilarang, berdasarkan sabda Nabi:
“Ikutilah sunahku dan sunah para Khulafa’ur Rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku. Berpegang teguhlah padanya dan gigitlah ia dengan gigi geraham. Dan hindarilah hal-hal yang baru (dalam soal agama), karena semua yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat. (HR. Ahmad : IV/126 Tirmidzi (2676)).”
Peringatan Maulid Nabi adalah hal baru yang dipopulerkan oleh kaum Syi’ah Fathimiyyah untuk merusak Islam. Barang siapa melakukan suatu amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dan beliau tidak memerintahkannya, serta tidak dilakukan oleh Khulafa’ur Rasyidin, berarti ia telah menuduh Rasulullah tidak menjelaskan perintah agama kepada mereka. Selain itu, ia juga telah mendustakan firman Allah :
“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu…” (Al-Maidah: 3)
Hal ini disebabkan, ia menganggap semua itu bagian dari perintah agama, padahal Rasulullah tidak pernah mengajarkannya.
*.Menyerupai orang Nasrani
Peringatan Maulid Nabi menyerupai perbuatan orang-orang Nasrani, karena mereka juga memperingati maulid Isa. Menyerupai orang-orang Nasrani adalah perbuatan yang sangat diharamkan. Dalam hadist Nabi terdapat larangan untuk menyerupai orang-orang kafir dan perintah untuk menyelisihi mereka. Rasulullah bersabda :
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari mereka.”
Beliau juga bersabda, “selisihilah orang-orang musyrik.” Apalagi peringatan seperti ini termasuk symbol dari agama mereka.
*.Berlebihan dalam mengagungkan Nabi
*.Berlebihan dalam mengagungkan Nabi
Di samping peringatan Maulid Nabi adalah perbuatan bid’ah dan tasyabbuh (menyerupai) orang-orang Nasrani,peringatan tersebut juga bisa menjadi sarana yang dapat mengantarkan seseorang berbuat ghuluw (berlebih-lebihan) dalam mengagungkan Nabi. Bahkan lebih parah lagi,berdoa dan meminta pertolongan kepada beliau,bukan kepada Allah.
Hal ini sebagaimana realitas yang terjadi sekarang ini,banyak orang menghidupkan bid’ah Maulid Nabi. Mereka berdoa pada Rasulullah (bukan kepada Allah), meminta pertolongan kepadanya, dan melantunkan syair-syair berbau syirik (seperti syair Burdah dan lainnya). Padahal Rasulullah sendiri melarang keras umatnya berlebih-lebihan dalam memujinya. Beliau bersabda ,
”Janganlah kalian memujiku (secara berlebihan) sebagaimana orang-orang Nasrani memuji Ibnu Maryam (Isa) secara berlebihan. Karena,sesungguhnya aku hanyalah hamba Allah maka ucapkanlah (kepadaku), ‘Hamba dan utusan-Nya’.”
Maksudnya, janganlah kalian memuji dan mengagungkan beliau secara berlebihan sebagaimana orang-orang Nasrani memuji dan mengagungkan Isa secara berlebihan hingga akhirnya mereka jugaa menyembah Isa, bukan Allah. Allah telah melarang semua itu dalam firman-Nya:
“Wahai ahli kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al-Masih, Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengab tiupan) roh dari-Nya…..”( An-Nisa’: 171).
Nabi melarang berbuat ghuluw karena khawatir kita akan tertimpa azab sebagaimana yang menimpa orang-orang Nasrani. Oleh karena itu, beliau bersabda,”Janganlah kalian berlaku ghuluw (berlebih-lebihan dalam mengagungkan), karena ghuluw telah menghancurkan orang-orang sebelum kalian.”
*. Membuka pintu bid’ah yang lain
Menghidupkan peringatan maulid Nabi dapat membuka pintu-pintu bid’ah yang lain dan melalaikan dari amalan-amalan sunah. Karena itu, sering kita mendapati orang-orang yang gemar berbuat bid’ah giat menghidupkan bid’ah dan malas melakukan amalan sunah. Bahkan, seluruh aktivitas keagamaan mereka berubah menjadi peringatan-peringatan yang berbau bid’ah dan maulid.
Mereka terbagi menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompoknya menghidupkan peringatan kelahiran para imam mereka. Misalnya: kelahiran Al-Badaw,Ibnu Arabi,Ad-Dasuqi, dan Asy-Syadzili.
Begitulah, kehidupan mereka hanya disibukkan dengan peringatan kelahiran para imam mereka. Akibatnya mereka terjerumus dalam tindakan ghuluw terhadap orang yang telah meninggal dan meminta kepada mereka, bukan kepada Allah. Mereka meyakini bahwa para Syaikh mereka dapat memberikan manfaat dan mudarat hingga mereka terlepas dari agama Allah dan kembali pada ajaran kaum jahiliyah. Allah berfirman:
“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan. Dan mereka berkata,’Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah…..’(Yunus: 18).
“…Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata), ‘kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya…’.” (Az-Zumar: 3).
Koreksi terhadap perayaan Maulid Nabi
Orang-orang yang gemar menghidupkan Maulid Nabi bertopang pada beberapa syubhat yang sangat lemah. Syubhat-syubhat tersebut antara lain:
1. Sebagai bentuk pengagungan kepada Nabi
Jawaban :
Mengagungkan Nabi hanya bisa dilakukan dengan cara menaati, melaksanakan perintah, menjauhi larangan, dan cinta kepadanya. Bukan dengan perbuatan bid’ah, khurafat, dan maksiat. Memperingati kelahiran Nabi termasuk perbuatan tercela, karena perbuatan ini termasuk sebuah kemaksiatan.
Manusia yang paling mengagungkan Nabi adalah para sahabat, sebagaimana Urwah bin Mas’ud kepada orang-orang Quraisy,
”Wahai kaum Quraisy, demi Allah sungguh aku pernah mendatangi para raja, kaisar, dan para pembesar. Demi Allah aku tidak melihat para raja diagungkan para pengikutnya (rakyatnya) sebagaimana para sahabat mengagungkan Nabi Muhammad SAW. Demi Allah, meski jika ia (raja) berdahak jatuh di telapak tangan salah seorang dari mereka, ia kemudian menggosok-gosokkannya ke wajah dan kulitnya. Meski jika ia memerintahkan mereka, mereka segera melaksanakannya. Meski jika ia wudhu, mereka berkelahi untuk memperebutkan air wudhunya. Jika berbicara, mereka melirihkan suara di hadapannya. Bahkan mereka tidak memandangnya dengan tajam (memelototinyya) sebagai bentuk pengagungan terhadapnya.”
2. Dapat mendorong untuk mengikuti ajaran beliau
Memang, seorang muslim selalu dituntut untuk membaca sirah (sejarah hidup) Nabi dan mengikuti ajaran beliau. Tapi, mengkhususkan hari tertentu untuk melakukannya tanpa ada dalil adalah bid’ah, “Dan setiap yang bid’ah adalah sesat.” Bid’ah hanya dapat membuahkan keburukan dan menjauhkan diri dari Nabi.
Rasulullah bersabda,
“Siapa saja si antara kalian yang masih hidup, niscaya akan menyaksikan banyak perselisihan. Karena itu, berpegang teguhlah pada sunahku dah sunah para Khulafa’ur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah ia dengan gigi geraham. Dan hindarilah hal-hal yang baru (dalam soal agama), karena semua yang baru (dalam soal agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”
Dalam hadist di atas Rasulullah menjelaskan kepada kita bahwa ketika terjadi perselisihan, kita mesti mengikuti siapa. Beliau juga menjelaskan bahwa setiap perkataan dan perbuatan yang menyelisihi sunah adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.
Jika kita telisik peringatan Maulid Nabi, tentu kita tidak akan mendapatkan dasarnya dalam sunah Rasulullah dan sunah Khulafa’ur Rasyidin. Karena, ini termasuk ritual baru dalam hal agama dan bid’ah yang sesat. Dasar yang terkandung dalam hadist tadi telah Allah tegaskan dalam firman-Nya :
“…Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa’: 59)
Kembali kepada Allah berarti kembali kepada Al-Qur’an, dan kembali kepada Rasulullah berarti kembali kepada sunah beliau setelah beliau wafat. Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah referensi utama saat terjadi perselisihan. Lantas, mana keterangan dalam Al-Kitab dan As-Sunah yang menunjukkan disyariatkannya Maulid Nabi? Untuk itu, bagi siapa yang melakukan hal itu atau menganggapnya baik hendaknyaa segera bertobat kepada Allah dari perbuatan tersebut dan perbuatan-perbuatan bid’ah yang lain.
Inilah sikap orang mukmin yang menyuarakan perkara hak. Sedangkan orang yang membangkang dan sombong setelah berdirinya hujjah maka perhitungannya hanya ada di sisi Rabb-Nya.
“Dikutip dari kitab Huquqin Nabiyy Bainal Ijlal wal Ikhlal hlm.139, karya Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan.”
0 komentar:
Posting Komentar